SuG SCREAM PARTY - 「宴ぴーぽぉ」
Posted in SuG on Wednesday, October 07, 2009 by KANON.ROXXketemu ini PV pas ngudek - ngudek youtube~ :D
kocak banget!
PV ga jelas... XD
dan masih ada mitsuru... *uhuhuuu, masi sedih kalo mengingatnya*
btw, di PV ini posisi mereka:
Masato (vo.)
Chiyu (gu.)
Mitsuru (gu.)
Takeru (ba.)
Yuji (dr.)
FANFIC - you belong with me
Posted in Fanfic on Sunday, September 06, 2009 by KANON.ROXXAuthor : Kanon Kuroii
Chapter : Oneshot
Genre : fluff, slight angst
Pairing : Uruha/Aoi
Rating : PG
Warning : none
Disclaimer : I don’t own them.
Comment : bagi kalian yang mencari humor di fanfic ini, sayang sekali tidak ada! >3
Lagi – lagi kau sedang bertengkar dengan kekasihmu. Lagi – lagi kau bertengkar karena hal sepele. Kau bertengkar dengannya karena ia tidak mengerti tentang selera humormu. Aku memandangmu dari balik jendela kamarku. Kamarmu yang berwarna biru tua dengan berbagai macam poster yang tertempel di dindingmu dan barang – barang yang tergeletak di atas kasurmu. Dan dirimu yang sedang berteriak kepada pacarmu yang sedang menelefonmu. Malam ini seperti malam – malam yang lain. Dimana aku hanya duduk di atas kasurku sambil mengerjakan tugas sekolah atau hanya mengulang pelajaran yang di ajarkan di sekolah tadi sambil mendengarkan lagu yang pacarmu tidak sukai.
Kita berdua adalah teman sejak kecil. Kita selalu bersama karena letak rumah kita yang bersebelahan dan letak kamar kita yang berhadapan dan hanya di pisahkan oleh pagar rumah yang tingginya tidak lebih dari satu setengah meter. Oh, tentu saja kamarku dan kamarnya berada di lantai dua. Saat kecil kita selalu melakukan segalanya bersama, sekolahan yang sama, kelas yang sama, bahkan kami duduk bersebelahan. Kadang kau pun selalu merengek kepada orang tuamu agar membelikan baju yang sama denganku. Namun saat kita menginjak sekolah menengah ke atas, kau mulai berubah. Rambut hitammu kau cat menjadi berwarna coklat keemasan. Kau mulai sering menggunakan makeup ke sekolah. Kau menjadi kapten basket. Dan kau pun menjadi populer...
Tidak sadarkah kau kalau sekarang dunia kita berbeda?
Aku menoleh ke arah kamarnya dan menyadari kalau kau telah menatapku dan memegang secarik kertas.
Apa yang kau lakukan sekarang?
Aku tertawa kecil membaca tulisannya, membuat senyumnya hilang dan ia cemberut kepadaku yang selalu terlihat menakjubkan di mataku. Aku selalu heran dengan cara kami saling berkomunikasi. Sejak kecil, kami selalu menggunakan kertas untuk saling berbicara. Karena kami berdua tidak memiliki telefon di dalam kamar kami, dan kami selalu ingin mengobrol dengan menatap muka masing – masing. Aku pun mengambil kertas yang selalu ku simpan di bawah kasur agar mudah saat kita mengobrol.
Belajar seperti biasa.
Balasku.
Ne, Aoi. Hibur aku...
Tulisnya dengan tinta biru. Aku pun berdiri dari kasurku dan berjalan ke arah lemariku. Aku pun mengeluarkan sepasang boneka tangan, yang satu berambut hitam dan menggunakan baju bertuliskan ’A’. Sedangkan yang satunya berambut coklat dan menggunakan baju brtuliskan ’U’. Yap, itu kamu. Aku pun kembali duduk di kasurku dan menatap dirimu yang sedang duduk di seberang kamarku, menaikkan sebelah alismu dengan bingung. Namun bibirmu langsung tersenyum lebar saat aku mengeluarkan boneka yang sudah pasti kau ingat. Boneka yang kita berdua buat saat pelajaran PKK saat kita berada di kelas delapan dulu, kau memberikan bonekamu kepadaku karena waktu itu kau beranggapan kalau laki – laki tidak pantas bermain boneka. Dan boneka itu sekarang adalah salah satu harta karunku.
Dan kau tertawa saat aku menarikan tarian bodoh dengan kedua boneka itu. Aku pun ikut tertawa, karena jika kau bahagia, maka aku pun bahagia. Namun tertawamu berhenti dan di gantikan oleh senyuman lembut saat bonekaku memeluk bonekamu. Senyum yang hanya bisa keluar saat kamu bersamaku. Apakah kau tahu kalau senyuman itu selalu membuatku dalam hati menangis?
Karena aku tidak bisa memilikimu...
Sudah kembali ceria?
Tanyaku kepadanya.
Terima kasih Aoi, kau selalu dapat membuatku tertawa.
Aku hanya tersenyum kecil membaca tulisanmu. Kau selalu berkata kalau aku selalu membuatmu tertawa, kalau aku dapat menghilangkan amarahmu, selalu mendengarkan keluhanmu, selalu paling mengerti dirimu. Tapi kenapa kau tidak menjadi miliku? Tidakkah kau merasa kalau aku yang paling mengerti dirimu?
Saat aku akan membalas tulisanmu, aku mendengar telefon genggamku berbunyi. Aku pun mengangkatnya, rupanya itu adalah Sou. Sou adalah temanku satu – satunya di sekolah, tentu saja saat kamu sedang bersama dengan anak populer yang lain. Ia hanya bertanya mengenai pelajaran yang kurang ia mengerti di sekolah tadi, dan aku pun menjelaskannya kepadanya. Tanpa kusadari kami mengobrol mengenai hal lain sampai begitu lama. Dan saat aku menutup telefon itu lalu menoleh ke arah kamarmu, kau sudah menutup tirai kamarmu. Aku pun hanya terduduk di pinggir tempat tidurku sambil menatap ke kamarmu. Kenapa kau lebih memilihnya daripada aku? Aku tahu aku hanya seorang kutu buku yang selalu belajar dimana saja. Berbeda dengannya yang merupakan seorang pemimpin cheerleader. Aku tahu aku hanya menggunakan kaos biasa yang sudah usang, sedangkan ia yang selalu menggunakan baju bermerk. Kami memang berbeda.
Aku pun akhirnya memuruskan untuk tidur, karena besok aku harus pergi ke sekolah. Aku pun naik ke atas tempat tidur dan membenamkan tubuhku ke hangatnya selimut, tanpa menutup tiraiku. Tanpa kusadari, aku pun membisikan sebuah kata...
“Selamat tidur, Uruha... I love you,”
Dan tanpa aku sadari, ia menatapku dari balik tirai kamarnya. Senyum kecil terlukis di bibirnya.
...
Aku duduk di teras depan rumahku dangan buku gambar berada di pangkuanku. Kadang – kadang aku suka mencari inspirasi untuk menggambar dengan duduk di depan terasku. Namun aku tidak menemukan inspirasi hari ini, aku hanya menatap ke arah jalan besar dengan tatapan kosong. Akhir – akhir ini pikiranku selalu di penuhi dengan dirimu. Lalu aku pun menyadari bahwa seseorang telah duduk di sebelahku, dan itu adalah kau.
“Hey...” kau menyapaku dengan suara beratmu dan senyummu yang sangat ku cintai. Aku pun hanya membalas dengan senyuman kecil. Kau selalu muncul di hadapanku dengan tiba – tiba dan dengan senyum yang selalu sama setiap hari.
“Kali ini apa yang sedang kau buat?” Uruha bertanya kepadaku sambil menunjuk buku gambar yang berada di pangkuanku. Aku pun menatap kertas gambar yang masih berwarna putih polos dan belum ada coretan sama sekali di atasnya.
“Nah, aku belum menemukan inspirasi... mungkin kau bisa mencarikannya untukku?” aku memberanikan diriku untuk menatap kedua matamu. Mata yang berwarna coklat bening yang memancarkan kelembutan kepadaku. Kau pun memalingkan pandanganmu dariku dan mengerutkan alismu, seperti sedang mencari sesuatu.
“Ah! Bagaimana kalau itu!?” aku mengikuti arah yang di tunjukkan oleh jari telunjuknya, dan jari itu tertunjuk kepada Kurawa-san, tetangga seberang rumahku yang setiap hari selalu mengeluh dengan ulah anak muda jaman sekarang, walaupun ia menyukaiku karena di matanya aku adalah anak baik. “Aku yakin kau dapat menggambar kerutan di seluruh mukanya dengan sempurna, Aoi!”. Aku pun tertawa mendengar ejekannya, walaupun Kurawa-san memang sudah berumur hampir lima puluh tahun, tetapi tidak ada satu kerutan pun di wajahnya. Dan Uruha selalu menjadikannya sebagai objek celaan karena menurutnya Kurawa-san memiliki kerutan sangat banyak di wajahnya namun ia sering operasi pelastik.
“Hentikan itu Uruha... dia orang yang baik,” aku berusaha membela Kurawa-san dan memukul pundak Uruha dengan pelan, membuat Uruha menatapku dengan tatapan kesal dan ia lagi – lagi cemberut dengan bibirnya yang tebal itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa, karena aku tahu, Uruha tidak akan pernah bisa marah denganku. Ia pun mengusap – ngusap rambutku dengan kencang sehingga membuat rambutku berantakan. Dan kali ini akulah yang cemberut, tapi ia malah tertawa lebar dan mencubit kedua pipiku dengan tangan panjangnya. Rasanya semuanya kembali seperti semula, kembali saat kau belum mengenalnya.
Namun semua keceriaan itu berhenti ketika kami mendengar suara kelakson mobil di depan rumahku, dan aku menemukan sebuah mobil berwarna putih metalik dan terlihat sosok pacar Uruha dari balik jendela mobil itu, sepertinya ia tidak terlihat senang. Aku mendengar Uruha menghelakan nafas dengan pelan dan beranjak dari sampingku. Aku ingin menarik lengannya dan mengatakan agar jangan pergi, namun ternyata aku hanya terdiam dan memandang punggung Uruha yang perlahan menjauh dariku dan masuk ke dalam mobil itu. Dan yang membuat jantungku berhenti saat itu juga adalah saat pacar Uruha menarik kerah baju Uruha dan menyatukan kedua bibir mereka, tepat di hadapanku. Aku hanya terdiam melihat mereka, rasanya badanku seketika lemas. Aku tidak dapat melihat ekspresi muka Uruha karena ia membelakangiku, namun aku dapat melihat ekspresi pacarnya yang menatapku dengan tajam dan dengan penuh kebencian. Membuat jantungku berhenti saat itu juga. Tanpa ku sadari aku meremas kertas gambar itu di dalam kepalanku.
Dan lagi – lagi aku menatapmu pergi dengannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun denganku.
Dan tanpa ku sadari, air mata turun dari kedua mataku dan membasahi pipiku.
...
Aku menoleh dari layar laptopku ketika aku mendengar benturan keras dari kamar tidurmu. Kau baru saja membanting pintu kamarmu. Kau membanting telpon genggammu ke kasur dengan kasar. Rambutmu terlihat berantakan dan raut mukamu terlihat sangat kesal, membuatku bertanya ada apa denganmu? Kemana kepribadianmu yang tenang dan selalu tersenyum saat memasuki kamarku karena kau tahu kalau aku pasti sedang berada di kamarku. Aku pun segera mengambil kertas dan menuliskan sesuatu,
Apa kau tidak apa – apa? Ada apa denganmu?
Aku terus memegang kertas itu dan menunggumu sampai kau menoleh ke arahku. Saat kau menatapku, raut mukamu menjadi tenang kembali. Kau pun duduk di ujung kasur yang menghadap kasurku dan menghelakan nafasmu, lalu kau pun menatapku dan menunjukan muka ‘aku minta maaf karena membuatmu khawatir’ dan kau pun tertawa pelan. Namun kali ini aku tidak tertawa dan hanya menatapmu, aku tahu pasti di dalam hatimu kamu pasti sedang menangis. Dan air mata pun mengalir ke pipiku.
Kau terlihat terkejut saat melihatku menangis, karena ku akui aku tidak pernah menangis sejak aku kelas tujuh. Namun sejak kau mulai bersamanya, tanpa kau ketahui, aku selalu menangis tengah malam. Saat semuanya—termasuk kau—sudah tertidur lelap. Aku ingin memilikimu, aku ingin agar kau selalu bersamaku, aku ingin kau mencintaiku. Namun aku tahu aku tidak akan bisa memilikimu.
Kenapa kau menangis?
Aku memandang tulisannya cukup lama, lalu menatap wajahnya. Wajahnya tidak lagi terlihat kesal, namun sekarang ia terlihat khawatir kepadaku. Aku pun membalasnya.
Aku mewakilimu untuk menangis, karena aku tahu kau pasti tidak ingin menangis walaupun dalam hatimu kamu telah menangis dengan kencang, Uruha.
Dan kau pun terdiam menatapku saat membacanya. Aku pun hanya menundukkan kepalaku, aku tidak berani menatapmu. Air mataku tidak berhenti dan malah mengalir dengan bebas sekarang, rasanya rasa sakit ini telah meledak dan aku ingin mengeluarkan segalanya. Aku ingin kau mengerti bahwa selama ini bukan dialah yang paling mengerti dirimu, tetapi aku. Aku tahu segalanya tentangmu. Aku tahu minuman kesukaanmu, aku tahu apa barang yang paling kau sayangi, dan dia tidak pernah mengetahuinya seperti aku. Karena aku selalu ada untukmu.
Aku mendengar pintu kamarmu tertutup dan kau tidak ada di kamarmu. Membuat air mataku semakin mengalir semakin deras. Aku pun menarik kakiku agar menempel dengan perutku dan membenamkan kepalaku di baliknya. Aku menangis dengan keras, tangisanku terdengar ke seluruh kamar. Karena aku telah kalah, aku tetap tidak bisa menjaga perasaanku kepadamu sehingga persahabatan kita hancur. Namun aku mendengar pintu kamarku terbuka dan aku melihatmu sedang bersandar di samping pintu, berusaha mengatur nafasmu yang tidak beraturan. Kenapa? Kenapa kau menemuiku? Aku tidak ingin terlihat lemah di hadapanmu... kau selalu melindungiku dari semenjak kita kecil dulu.
Perlahan kau pun berjalan ke arahku yang sedang meringkuk di atas kasur dan duduk di sebelahku, aku pun membenamkan kembali wajahku ke di balik dengkulku. Namun, aku merasakan jari panjang dan lembutmu memegang daguku dan mengangkat kepalaku dengan perlahan agar kau dapat melihatku. Aku menatap mukamu yang terlihat sedih. Aku mohon, jangan sedih... karena aku tidak ingin melihatmu sedih.
“Aoi...“ kau memanggil namaku dengan suara lembutmu, tanganmu pun perlahan mengusap pipiku dan menghapus air mata di pipiku. “Ku mohon jangan menangis, aku tidak ingin melihatmu menangis...“ aku menatap matamu yang berair, seperti sedang menahannya agar tidak tumpah.
“Kumohon Uruha, kumohon agar kau tidak bersamanya... aku tidak ingin melihatmu bersamanya, aku tidak ingin melihatmu kesal saat masuk ke kamarmu, aku ingin agar kau masuk ke dalam kamarmu dalam keadaan gembira seperti dahulu... karena aku senang melihatmu tersenyum. Senyum yang hanya di tunjukkan kepadaku. Aku ingin menghajar dia karena telah membuatmu seperti itu...“ Aku akhirnya menunmpahkan segalanya yang selama ini selalu ku pendam tentangmu. Aku pun memegang tanganmu yang berada di pipiku dan mencengkramnya dengan kencang. “...kumohon, kembalilah menjadi Uruha seperti dulu. Uruha yang senang berteman dengan siapa saja dan tidak menjadi populer. Uruha yang selalu berada di sampingku kapan saja. Uruha yang selalu merengek kepada orang tuanya agar memiliki baju yang sama sepertiku...“ aku memegang tanganmu dengan tanganku yang gemetaran.
“Aoi...“ Sebelum kau sempat menyelesaikan kata – katamu, aku menaruh jari telunjukku di bibirmu dan membuatmu menjadi terdiam. Aku pun mengambil sebuah kertas yang selama ini selalu berada di bawah kasurku. Kertas yang sudah aku simpan selama lebih dari tiga tahun yang lalu dan aku tidak pernah menunjukkan padamu. Karena aku yakin kalau aku menunjukkannya kepadamu, pasti semuanya akan berubah. Kau pasti akan membenciku dan tidak akan pernah mau berteman denganku lagi. Tapi saat ini aku sudah tidak peduli tentang semua itu. Aku hanya ingin kau tahu bagaimana perasaanku selama ini mengenaimu...
I love you.
Aku menunjukkan kertas itu kepadamu. Kertas putih yang sudah terluhat lusuh dan kucel. Namun bertintakan tinta merah mengenai perasaanku kepadamu. Kau pun menarik nafasmu dengan dalam saat membaca tulisan itu. Tanganmu terlepas dari pipiku, membuatku ketakutan karena kau pasti akan pergi meninggalkanku. Namun kau tetap di hadapanku dan meronggoh saku celanamu. Aku menaikkan sebelah alisku saat melihatmu mengeluarkan secarik kertas yang sudah terlipat – lipat dan membukanya perlahan.
I love you
Aku tidak percaya dengan apa yang ku lihat. Ini semua tidak mungkin terjadi. Aku pun menatap wajahmu dengan tidak percaya, dan kau hanya tersenyum lembut. Senyum yang selalu kau berikan kepadaku. Lalu aku pun merasakan tanganmu yang meligkar di sampingku dan menarikku ke arahmu. Kepalaku pun menempel di pundakmu. Aroma parfummu yang mencerminkan dirimu tercium jelas di hidungku, membuatku menghisapnya dengan perlahan karena aku menyukai aromamu. Aku merasakan tanganmu melingkar di pinggangku dan mendekapku dengan kencang, menyatukan kita berdua. Dan dengan lembut kau mencium pipiku yang basah dengan bibir lembutmu.
“I love you...“ Kau terus menerus membisikkan kata – kata itu di telingku bagaikan mantra. Membuatku memejamkan mata dan semakin memegang kaosmu dengan kencang. Rasanya badanku memanas dan aku dapat menguap kapan saja. Namun kenapa kau mengatakan ini semua setelah semua ini terjadi? Setelah aku hampir menyerah untuk mendapatkanmu, setelah aku ingin merelakanmu dengannya? Setelah kau membuatku yakin bahwa kau tidak menyukaiku?
Aku pun menarik badanku dari dekapanmu, aku butuh penjelasan mengenai semua ini. Kau pun menatap wajahku dengan bingung dan aku pun menatapmu. Air mataku telah berhenti mengalir dan sekarang membuat lengket pipiku, namun aku tidak peduli. “Kenapa?“
Kau menatap wajahku dengan bingung, dan kau sekali lagi memegang pipiku dengan tanganmu dan mendekatkan wajahmu untuk mencium pipiku, namun aku menarik kepalaku dan membuat tanganmu terlepas dari pipiku. Kau pun menatapku dengan kesal, karena aku menolak sentuhanmu. Namun aku butuh memastikannya apakah kau benar – benar menyukaiku.
“Uruha... kenapa kau baru mengatakan ini setelah semuanya terjadi? Kenapa kau bersamanya kalau kau menyukaiku?“ tanyaku dengan suaraku yang parau karena menangis.
Kau terdiam mendengar pertanyaanku barusan, dan aku pun hanya menundukkan kepalaku. Terlalu takut untuk menatap wajahmu yang marah. Namun kau kembali menarikku ke dalam pelukanmu sehingga membuatku memendamkan kepalaku di antara leher dan pundakmu. Uruha pun menarik nafasnya dalam – dalam.
“Karena aku takut... aku takut apabila aku mengatakannya kepadamu, kau akan menolakku dan pergi meninggalkanku. Karena kau terlihat seperti yang lain, tidak menyukai sesama jenis. Karena itu aku takut kau jijik kepadaku karena aku berbeda. I love you...“ Uruha mendekapku semakin kencang, membuatku sedikit sesak nafas. Tapi aku hiraukan itu. “Karena itu aku mencoba untuk berpacaran dengannya agar aku dapat melupakan rasa sayangku kepadamu. Tapi aku tidak bisa... setiap aku menyebut namamu, dia selalu menjelek – jelekkanmu dan aku selalu marah setiap dia melakukan hal itu. Dan semua itu membuatku tersadar kalau aku memang benar – benar mencintaimu… maafkan aku, Aoi. Maafkan aku karena selama ini aku telah menyakitimu,” aku merasakan kaosku basah oleh air matamu, namun aku tidak peduli. Aku tahu kalau kau mengatakan yang sebenarnya. Karena seorang Uruha tidak pernah menangis sebelumnya.
Kau pun melepaskan pelukanmu sehingga mata kami dapat saling bertemu. Matamu tidak menunjukkan kesedihan lagi, melainkan menunjukkan kebahagiaan. Bibirmu pun tersenyum lebar kepadaku, dan hanya untukku. Kau pun memegang kedua pipiku dan mendekatkan wajahmu lagi. Namun kali ini aku tidak menghindar, karena aku tahu kalau aku pun menginginkannya. Ciuman pertama kami terasa begitu naïf. Kami hanya menyatukan kedua bibir kami tanpa melakukan apa – apa. Lalu kau pun melepaskannya dan menidurkanku di kasur dengan perlahan. Aku pun dengan gugup melingkarkan tanganku ke balik lehermu, pipiku memerah. Namun kau hanya tertawa pelan melihatku. Dan kau menciumku lagi, ciuman yang lebih hangat dan panas. Aku pun merasakan air mata di kedua pipimu menyatu dengan air mataku. Aku merasakan nafas hangatmu menyatu dengan nafasku. Aku merasakan nyawamu menyatu dengan nyawaku. Kau pun pasti merasakannya kan, Uruha?
If you could see that I’m the one who understands you
Been here all along, so why can’t you see?
You belong with me…
Standing by and waiting at your back door
All this time how could you not know?
Baby, you belong with me.
You belong with me…
END.
A/N FANFIC PERTAMA URUHA/AOI GUW!! XDD – ini fanfic pertama guw yang penuh dengan perasaan… guw juga ga tauk dah dapet darimana kata – kata najong keak gitu... XD — pertamanya guw mencoba untuk membuat fluff. Bikan angst! Tapi kenapa jadi campur aduk gini yah?? – tapi semoga semuanya menikmati<3>
KLAN HEWAN 1st anniversary
Posted in Klan Hewan on Thursday, August 27, 2009 by KANON.ROXXingatkah saat pertemuan kita yang tidak di sengaja?
tapi dari awal pertemuan itulah kita tertawa bersama dan tumbuh menjadi suatu keluarga yang saling menyayangi,
Klan Hewan.
-Onyet.
Dan di situlah awal terbentuknya Klan ini...
Suatu hari Rudat (RUka kuDA Tumbal) mengenalkan Onyet kepada Bii yang pertamanya juga udah menjadi friendlist di Friendster Onyet. Lalu Rudat pun mengatakan kalau Bii mendapat julukan sebagai Gokiburi. Setelah itu satu persatu orang pun ikut "terjerumus" ke dalam aliran sesat yang dibuat oleh Onyet dan Rudat. Sehingga tersebutlah Kyura sebagai Ulbu (Ulat Bulu) dan Rin sebagai Panda. Lalu terbentuklah sebutan KLAN HEWAN.
Suatu hari, Rudat bertanya kepada Onyet; "Onyet punya MXit ga?", dan Onyet pun mengatakan kalau dia punya. Dan kami berdua pun sepakat untuk "menjerumuskan" Klan Hewan yang lain agar ikut mendownload MXit dengan tujuan agar kita semua dapat saling bertemu selain melalui Friendster.
Setelah itu, bertambah lagilah keluarga Klan Hewan. Yaitu :: Riku sebagai Unagi. Setelah itu kami semua semakin akrab dan sering saling curhat satu sama lain melewati chatting MXit tersebut dan terbentuklah pasangan yaitu Rudat dan Ulbu. Mereka pun kita cap sebagai orang tua Klan Hewan.
Lalu, Rudat pun mengenalkan kita kepada Miya yang di daulat sebagai Buaya, Mino yang di daulat sebagai Neko, dan Kyuki yang di daulat sebagai Kecebong.
thanks to my best cybermate :: HOTARU! XD
Posted in on Monday, August 24, 2009 by KANON.ROXXSANKYUU BANGET YIAH LINK BUAT TEMPLATE BLOGNYAAAAAHH ! ! XDD
terharu saya rasanyaaaa~
yeeey!
blog guw baru euy templatenyaaaah!! XD
ini semua berkat H O T A R U !
USB GUW ILANG ! TIDAAAAAAAAAAAAA ! ! !
Posted in Kanon [me] on Thursday, August 13, 2009 by KANON.ROXXSIAL SIAL SIAL ! ! DX
USB kesayangan guw ilang !
ga tauk dah di mana . .
pas ampe rumah en mao ngambil . . EEH~ dah lindap dari dalem kantong .
padahal isinya::
1. tugas sekola guw dari kelas 10 !
2. poto poto yang baru guw minta pas pagi harinya.
3. PV gajet en kawan kawannya.
4. KONSER DECOMPOSITION BEAUTY-NYA GAZETTEEEEEE ! ! *nangis sumpah guw keilangan ini!*
aaaaaaargh!
SIAAAAAAAAAAAAAAAALLL! ! ! DX
R.I.P
Posted in on Tuesday, August 11, 2009 by KANON.ROXXada kabar ga enak ni . .
JASMINE YOU
guitarist from Versailles.
gara gara penyakit yang di deritanya .
pada 09 agustus 2009 kemarin .
rest in peace Jasmine, we'll always love you
KEMBALI KE~
Posted in on Friday, August 07, 2009 by KANON.ROXXternyata emang paling peewee pake ni template. XD
si Dhia melacur ni! (w_-;
Posted in Kanon [me] on Monday, July 20, 2009 by KANON.ROXXGOMEN BELOM BISA MELANJUTKAN USUAL LOVE STORY!! (ノ◇≦。)
huft. minggu ini begitu banyak hal yang terjadi::
- akhirnya setelah libur 2 hari, kegiatan sekolah menyekolah kembali lagi. I'm fuckin 12th grade now! *scream* -- tapi, ngambil sisi positifnya aja... itu berarti kan langkah guw menuju kedewasaan udah makin terbuka kan? *bahasanyaaa~*
by the way, guw masup kelas 12ipa1 (lagi!), LOL. di kelas ntu guw
ketemu lagi ama si Wina en Nia *damn, rangking 1 ama 2 nya kelas 11 guw ni!* ..
ya~ guw sih bersyukur aja... wong mereka juga temen maen guw! XDtapi yang bikin deg degan ni yee~ GUW SEKELAS LAGE AMA BATITO
BOOOOK!! seneng banget gilak!
*speechless*udah gitu, di depan kelas yang guw pake adalah kelas 11ipa1 yang
merupakan KELASNYA RULLY!!! WANJEEEEEEEEEEENGGG!! XDDD mantep mampus ni posisi
kelas guw! 2 kecengan dapet di liat secara bersamaan!! XDD nyappy~
- tapi sayangnya sekarang guw lagi sakit nui~ semuanya gara - gara SYAHARA en OM SBY!! dari hari rabu kemaren guw kena penyakit GONDONGAN dengan sukses! *thanks banjet ra!* kalo ada yang nanya enak apa ngga? jawabannya
mangkanya udah 3 hari (dari hari kamis) guw ga masup sekola. di
layani nyokap bagaikan permaisuri. dan
keaknya guw baru masup kamis besok. GUW LIBUR LAGE SELAMA SEMINGGU DOOOONG!!
*yes! yes! yes!*
- oh iya, bagi kalian yang baca ni postingan... ada temen kita ni, namanya Hotaru Miyawaki. dia lagi ikutan lomba blog ama sekolahnya... jadi ayo kita berikan dukungan dengan mengiriman komen dan shoutmix di blognya http://pudy-sma1kudus.blogspot.com/ ok ok ?
sumpah baenya daku hoot~ X3
keaknya udah ah itu ajah! kesian juja baca lama - lama^^
sankyuu
salam manis dari::
the GazettE - DIM [album]
Posted in DOWNLOAD, The GazettE on Tuesday, July 14, 2009 by KANON.ROXX2. THE INVISIBLE WALL
3. A MOTH UNDER THE SKIN
4. LEECH
5. 泣ヶ原
6. 「エ リ カ」
7. HEADACHE MAN
8. 紅蓮
9. 「子宮」
10. 13STAIRS[-]1
11. DISTRESS AND COMA
12. 「感触」
13. 白き優鬱
14. IN THE MIDDLE OF CHAOS
15. 「朦朧」
16. OGRE
17. DIM SCENE
+DOWNLOAD+
FANFIC - usual love story, [chapter 12]
Posted in Usual Love Story on Monday, July 13, 2009 by KANON.ROXXAuthor : Kanon Kuroii
Chapter : 12/??
Genre : romance, humor
Pairing : AoixUruha, ToraxAoi (one-sided)
Rating : PG-13
Warning : Manxman, idiot author
Disclaimer :
Comment : fanfic series pertama^^d
CHAPTER 12
Aoi berjalan keluar dari toko SCREAM PARTY. Seperti biasa, Takeru memanggilnya—atau memaksanya—untuk main ke toko karena hari itu Takeru sedang jaga toko sendirian. Sehingga ia pun meminta Aoi untuk menemaninya.
Saat Aoi akan membuka mobilnya, tiba – tiba ia di tarik oleh seseorang ke dalam gang sempit yang tidak jauh dari toko milik Takeru. Badannya di banting ke tembok dengan kasar, membuatnya merintih kesakitan. Lima orang yang tidak di kenalnya telah berdiri di depannya, salah satu di antara mereka ada yang membawa potongan besi.
“Berikan uangmu,“ ucap salah seorang dari mereka.
“Aku menolak“ jawab Aoi datar.
“Hump,” orang itu tersenyum sinis mendengar jawaban Aoi. Ia pun memberikan aba – aba kepada teman – temannya untuk menghajar Aoi.
Dalam hitungan detik, perkelahian pun terjadi. Kerah baju Aoi di tarik dan ia pun di banting ke tanah. Aoi pun segera bangkit dan berusaha melawan mereka, walaupun ia tidak begitu jago dalam urusan berkelahi. Baku hantam pun terjadi, Aoi berhasil merubuhkan salah satu dari mereka. Tapi tanpa ia sadari, salah seorang dari mereka memukul Aoi dengan besi tepat di kepalanya, Aoi pun berteriak kesakitan dan terjatuh ke lantai. Orang – orang itu pun mulai menendangi seluruh badan Aoi dengan keras, membuatnya hanya bisa merintih kesakitan dan berusaha untuk melindungi mukanya agar tidak terjadi luka serius.
Aoi merasakan ada seseorang di antara mereka yang mengambil dompet di kantongnya. Ia berusaha melawan tapi usahanya sia – sia, karena yang lainnya tetap menendanginya.
“Hey, lihat ini! Anak ini orang kaya!” teriak orang yang mengambil dompet Aoi dengan gembira. “Lihat di kantongnya yang lain! Siapa tahu masih ada yang lain!” perintahnya.
Teman – temannya pun mulai meronggoh kantong celana Aoi. Aoi hanya bisa menatap mereka, karena seluruh badannya seperti telah terpisah satu sama lain, ia bahkan tidak dapat merasakan tangannya.
Tapi tiba – tiba saja salah satu deri mereka terjatuh di sebelah Aoi, Aoi pun berusaha melihat ke atas dan melihat para orang – orang itu telah di hajar oleh seseorang.
Dan semuanya menjadi gelap.
***
Keadaan St. Angelo damai seperti biasanya, siswa siswi sekolah tersebut keluar dari kelas masing – masing karena bel pulang telah berbunyi. Dan seperti biasa Uruha dan Reita menunggu Kai dan Ruki di depan kelas mereka.
“Hai Kai! Hai Ruki!” Uruha menyapa teman – temannya dengan semangat seperti biasa.
“Hai Uru~” Ruki berlari ke arah Uruha dan memeluk Uruha dengan kencang. “Aku tahu kalau kau memang sayang aku, soalnya kamu selalu setia menungguku setiap pulang sekolah... sayang kamu deh pokoknya!” ledek Ruki sambil memeluk Uruha dengan kencang.
“R—Ruki... tidak... bernafas...” Uruha menjulurkan tangannya ke arah Reita seolah meminta pertolongan.
Reita pun hanya tersenyum melihat tingkah temannya dan berjalan mendekatinya. Dengan ringannya, ia menarik Ruki dari Uruha dan mengangkatnya di bahunya. Seolah – olah Ruki adalah karung beras.
“AAAAARGH! Aku di culik oleh ogre!“ teriak Ruki dengan panik. “Prince Kai! Save meeeee!“ Ruki berusaha meraih tangan Kai yang berada di belakangnya, tapi tidak berhasil.
Kai dan Uruha pun hanya tertawa melihat tingkah Ruki yang selalu paling kekanak – kanakan. Di antara mereka berempat, Rukilah yang paling muda dan selalu membuat lelucon – lelucon lucu atau melakukan hal – hal aneh untuk mencairkan suasana. Walau kadang – kadang memalukan, tapi mereka semua sangat menyayanginya.
“Ayo pulang Uru,“ ucap Kai.
“Chotto!“ Uruha menarik lengan seragam Kai. “Aku tidak melihat Aoi,” tanyanya heran.
“Ah, Aoi tidak masuk hari ini...” jelas Kai.
“Apa!? Kenapa!? Ada apa dengannya!?” Uruha kaget mendengar penjelasan Kai barusan.
“Aku tidak tahu, tapi yang jelas Aoi tidak masuk.” Ucap Kai sambir berjalan menyusul Reita dan Ruki, sedangkan Uruha hanya terdiam di tempat.
Aoi, apa yang terjadi!? Kenapa kau tidak masuk?— batin Uruha.
“Uru?” Kai menoleh ke arah Uruha yang masih berdiri tegak di tempatnya, tidak melangkah sedikitpun. “Ada apa?”
“E—engga ada, bukan apa – apa” ucap Uruha sambil menyusul Kai.
***
Aoi membuka matanya perlahan, berusaha menahan rasa sakit di matanya akibat perkelahian kemarin. Bahkan ia merasa kalau seluruh badannya sakit bukan main, tangannya pun tidak bisa di gerakkan. Ia tidak ingat kejadian setelah itu, yang ia tahu bahwa ada seseorang yang menolongnya dan semuanya menjadi gelap.
Aoi memandang sekeliling dan menyadari kalau ini bukan kamarnya. Dinding kamarnya berwarna putih, bukan abu – abu. Dan tidak ada berbagai macam poster di dindingnya karena selalu di rusak oleh ayahnya kalau melihat ada poster di dinding kamarnya, tapi ruangan ini penuh dengan poster. Aoi melihat ke meja di samping tempat tidur, ia melihat foto seorang anak kecil dan seorang wanita yang sepertinya adalah ibu dari anak itu. Mereka berdua tampak begitu gembira dan saling memeluk satu sama lain.
Pintu kamar itu terbuka dan Aoi segera melihat ke arah pintu tersebut, ingin mengetahui siapa yang telah menyelamatkannya. Matanya terbelalak ketika mengetahui siapa yang telah menyelamatkannya.
“Tora...“
Tora yang sedang menutup pintu langsung menoleh ke arah Aoi yang terbaring lemah di kasurnya.
“Kau sudah sadar...“ ucapnya sambil tersenyum kecil sambil berjalan ke arah Aoi. Aoi melihat Tora membawa makanan dan minuman, lalu di taruh di meja kecil sebelah kasurnya dan ia pun duduk di kasurnya, menghadap Aoi. “Kenapa kau bisa dipukuli oleh mereka?“
Aoi tidak menjawab pertanyaan Tora, ingatannya tentang kejadian kemarin malam teringat kembali di pikirannya, mereka hanya memukuli dirinya karena ia tidak mau menyerahkan uang kepada mereka. Tapi ia tidak menyangka kalau Tora lah yang menyelamatkannya dari serangan preman itu. Ia pun hanya mengangguk pelan.
“Aku membawamu ke rumahku, karena aku tidak tahu dimana rumahmu berada...“ ucap Tora sambil mengusap bagian belakang lehernya.
“—Tidak apa – apa, terima kasih atas bantuanmu, Tora.“ Aoi pun bangun dari tempat tidur Tora, tapi sepertinya badannya tidak mau menuruti perintahnya. Dalam sekejap ia sudah terjatuh lagi, tapi sebelum badannya menyentuh tanah, tangan Tora telah mendekap Aoi erat sehingga Aoi tidak terjatuh.
“T—Tora...” Aoi berusaha melepaskan diri dari Tora, tapi, kedua tangan Tora malah semakin mempererat dekapannya di pinggang Aoi, membuat Aoi tidak bisa bergerak dari posisinya. “Apa yang—“
“Aoi...” Tora menyebut nama Aoi dan membenamkan mukanya di leher Aoi, membuat Aoi terdiam. “Tidak kah kau tahu bagaimana reaksiku ketika melihatmu sedang terkapar di gang itu? Dengan seluruh badanmu penuh memar dan mulutmu yang mengeluarkan darah?” Tora bercerita panjang lebar, suaranya bergetar seperti ketakutan. Genggamannya di pinggang Aoi semakin kencang. Dan ia pun menghelakan nafasnya dengan berat. “Aku belum pernah merasakan ketakutan yang seperti ini semenjak kematian ibuku,“
Tora pun melepaskan genggamannya dan menatap Aoi yang hanya terdiam. Dengan lembut, Tora memegang pipi Aoi dengan kedua tangannya, Aoi menatap Tora dengan tatapan bingung, lelah dan prihatin. Namun tiba – tiba pikiran Aoi terbuyar ketika Tora mendekatkan kepalanya dan menyatukan bibir Aoi dengan bibirnya.
Aoi terkejut saat membiarkan Tora menciumnya lagi, tapi kali ini Tora tidak menciumnya dengan kasar. Ciuman itu penuh dengan kelembutan dan perasaan yang selama ini telah di pendam oleh Tora terhadap dirinya. Semua ini salah!—pikir Aoi. Tapi di sisi lainnya, kali ini ia merasa nyaman dan aman ketika Tora menciumnya. Belum ada seorang pun yang pernah memberikan perhatian lebih terhadap dirinya, bahkan orang tuanya sendiri. Ia tidak ingin sendiri lagi, ia tidak ingin di asingkan dari dunia ini, ia membutuhkan kasih sayang. Dan ia yakin saat ini Tora telah memberikan kepadanya. Ia pun membalas ciuman yang Tora berikan.
Tora terkejut saat merasakan Aoi membalas ciumannya, tapi saat ia merasakan sepasang tangan yang melingkar di lehernya, ia pun kembali mencium Aoi.
Aoi merasakan lidah Tora sedang menjilat bibirnya, ia pun memberikan apa yang Tora inginkan tanpa protes. Ia mendesah pelan dan membuka mulutnya, mengizinkan lidah Tora untuk menyelusuri mulutnya. Tora pun dengan gembira langsung menjelajahi mulut Aoi. Aoi merasakan tangan Tora berada di lehernya dan tangannya yang lain melingkar di pinggangnya, membuat badannya menempel dengan Tora.
Aoi merasa hal yang sedang ia lakukan dengan Tora adalah hal yang benar. Ia belum pernah merasakan perasaan yang sangat aman dan nyaman seperti ini. Sehingga ia tidak ingin melepaskannya dan kembali ke dalam kesendirian yang selama ini selalu menyelimutinya. Tapi saat Tora mengadukan lidahnya dengan lidah Aoi, mengapa yang berada di dalam pikirannya adalah Uruha?
FANFIC - usual love story, [chapter 11]
Posted in Usual Love Story on Monday, July 13, 2009 by KANON.ROXXAuthor : Kanon Kuroii
Chapter : 11/??
Genre : romance, humor
Pairing : AoixUruha, ToraxAoi (one-sided)
Rating : PG-13
Warning : Manxman, idiot author
Disclaimer :
Comment : sorry baru pooost! >.< tapi sekarang langsung 2 chap looh~ X3
Uruha memarkirkan mobilnya di ujung taman dan berjalan menuju toko SCREAM PARTY, dimana teman – teman barunya berada.
“IRASHAI MA— oooh~ Uru-chaaan~” sapa Takeru gembira saat melihat Uruha yang masuk ke dalam toko mereka. Uruha pun hanya membalas Takeru dengan senyumannya. Sebenarnya kedatangan Uruha kemari untuk mencari Aoi. Tapi Aoi tidak terlihat di mana – mana.
“Ada apa kau kemari?” Takeru pun menuntun Uruha untuk duduk di sofa belakang meja kasir—dimana tempat Aoi sering duduk—
“Aku hanya mencari Aoi.” Jawab Uruha jujur. “Aku ingin bertanya ada apa dengan bibirnya yang robek,” Uruha menunjukkan wajah khawatir.
“Ooh~ masalah itu...” jawab Takeru dengan tenang.
“Kau tahu!?” Uruha menatap Takeru dengan tidak percaya.
“Of course!” Takeru menepuk – nepuk dadanya dengan bangga. “Aou kan selalu menceritakan segalanya padaku!”
“Lalu?”
***
Aoi memasuki toko SCREAM PARTY. Gitar hitamnya seperti biasa bertengger manis di punggungnya. Ia mendapatkan massage dari Takeru tadi siang, bahwa ia harus menemuinya di SCREAM PARTY karena Takeru rindu padanya. Aoi tidak dapat menolak permintaan Takeru karena Takeru adalah temannya yang berharga. Yang membuatnya merasakan kehangatan seorang ibu yang senang memeluk anaknya. Walaupun Takeru bukanlah seorang wanita.
“Aoi!“ Masato berlari ke arah Aoi dan memeluknya. “Irashai...“
“M—masato...“ Aoi berusaha melepaskan pelukan Masato dari tubuhnya. “Kau bersikap seperti Takeru saja... lepaskan aku!“
“Hehe. Gomen, gomen.“ Masato pun melepaskan pelukannya. “Oh! Kau tahu kalau Uruha ada di sini kan?“
“Apa!?“ Aoi menatap Masato dengan kaget. Masato pun hanya mengangguk pelan.
Akhirnya Aoi pun berjalan masuk ke dalam toko itu dan menemukan Uruha yang sedang bercanda dengan Takeru. Uruha tertawa dengan lepas. Baru pertama kali ini ia melihat muka Uruha yang begitu ceria dan bahagia, ia pun merasakan ada yang aneh di dalam dadanya.
“Ooh! AOUUUUUUUU!!” Takeru menyadari kedatangan Aoi dan segera beranjak dari sofa dan memeluk Aoi. Kecupan manis di pipi pun mendarat dengan mulus di pipi Aoi. Uruha hanya melihat mereka dari sofa. Walaupun dalam hatinya ia merasa iri pada Takeru karena bisa bersikap begitu santai dengan Aoi. Begitu pula dengan Aoi kepada Takeru.
“Takeru!“ Aoi berusaha melepaskan lengan Takeru yang melingkar di lengannya. Takeru pun dengan cepat langsung memukul kepala Aoi dengan tangannya. Membuat Aoi berteriak kesakitan.
“—Bukan Takeru. Tapi Mommy...“ ucapnya dengan dingin. Bibir tipisnya cemberut dengan cepat.
“Maaf, Mommy…” jawab Aoi pasrah. Takeru pun hanya tersenyum lebar.
Tiba – tiba pintu toko terbuka dan pelanggan pun masuk ke dalam. “Takeru! Pelanggan!” teriak Yuji dari depan toko.
“YAA!” Takeru pun membalasnya dan berjalan ke arah depan toko. Meninggalkan Aoi dan Uruha sendirian.
Dengan santai, Aoi pun duduk di sebelah Uruha. Uruha pun membenarkan posisi duduknya dan menundukkan kepalanya ke bawah.
“A—Aoi,” Uruha memanggil Aoi dengan suara yang sangat pelan, hampir tidak terdengar. Tapi Aoi mendengarnya dan menatap Uruha.
“Aku sudah mendengar cerita dari Takeru tentang luka di... bibirmu,” Uruha menggigit bibir bawahnya. Tidak begitu yakin apakah ia akan melanjutkan ceritanya. Ia sangat takut membuat Aoi marah. “Aku turut prihatin,”
Aoi hanya tertawa dengan pelan, senyumannya tawar. “Tidak ada yang perlu kau kasihani,”
Uruha pun mengangguk pelan dan menatap baju – baju yang di pajang di etalase toko. Semuanya begitu warna – warni.
“Kau tahu Aoi, aku merasa iri melihat sikap Takeru dan yang lain terhadapmu.” Uruha tersenyum kecil. Aoi hanya menatap lantai di depannya, mendengarkan apa yang di katakan Uruha. “—Mereka begitu dekat denganmu, kau terlihat bahagia saat bersama mereka. Kau bisa tertawa bersama mereka, berbeda saat bersamaku. Kau tidak pernah menunjukkan ekspresi kepadaku. Kau menceritakan semua masalahmu kepada mereka, tapi kau tidak pernah menceritakannya kepadaku. Kadang aku berpikir, apakah kau menganggapku sebagai teman?” Uruha memberanikan dirinya untuk menatap Aoi. Aoi pun menatapnya, ia menggigit tindikan di bibirnya dan raut mukanya seperti sedang menimbang – nimbang sesuatu. Uruha pun mengembalikan pandangannya ke arah lantai ketika ia merasakan bahunya yang tiba – tiba saja berat.
Uruha memalingkan kepalanya kembali dan menemukan Aoi telah bersandar ke bahunya. Mata hitamnya tertutup dengan rapat. Uruha hanya terdiam di tempat, tidak tahu harus bersikap seperti apa. Ia merasakan mukanya mulai memerah dengan perlahan. Haruskah dia memeluk pundak Aoi dan mendekapnya?
“A—Aoi,” Uruha berusaha menjauhkan dirinya dari Aoi, namun tangan Aoi dengan cepat langsung menarik tangan Uruha agar Uruha tidak pergi.
“Sebentar... biarkan seperti ini sebentar,” ucapnya pelan. Uruha pun hanya mengangguk pelan. Sejujurnya, ia menikmati saat saat seperti ini bersama Aoi.
Uruha menatap Aoi dengan seksama dan menemukan ada tanda merah di leher sebelah kirinya. “Aoi, mengapa ada tanda merah pada lehermu?“ tanyanya polos.
Dalam sekejap mata Aoi langsung terbelalak dan melepaskan senderannya dari pundak Uruha. Tora! – pikiran Aoi langsung tertuju pada orang yang sudah pasti memberikan tanda ini kepadanya tadi siang. “...Bukan apa – apa,“ jawabnya gugup sambil menutupi tanda tersebut dengan tangannya.
Benar, ini bukan apa – apa.
***
Miyavi bersandar di pinggir kolam renang pribadi di rumahnya. Secangkir sake dengan manis bertengger di tangan kanannya. Seperti biasa ia hanya menghabiskan waktunya dengan bermalas – malasan atau bermain gitar. Ia melihat Aoi keluar dari dalam rumah dan berjalan ke arahnya.
“Selamat siang adikku tercinta, ada yang bisa ku bantu?“ ucapnya sambil menoleh ke arah Aoi yang duduk di kursi santai di dekat kolam renang.
Aoi menatap kakaknya yang sedang bersantai di kolam renang, memang Miyavi adalah kakaknya, tapi ia tidak begitu dekat dengan Miyavi. Karena Miyavi adalah orang yang sangat berbeda dengan dirinya. Ia memiliki sifat yang mudah bergaul dan memiliki banyak teman. Sangat berbeda dengan dirinya. Ia pun menghelakan nafasnya dengan pelan. “Aku ingin bicara denganmu, bisa?“
Miyavi tersenyum kecil mendengar tawaran adiknya itu dan keluar dari kolam renang. Ia pun duduk di kursi sebelah Aoi yang kosong. “Apa saja untuk adikku tercinta! Ayo, ceritalah...“
Aoi menggigit bibir bawahnya, terlalu bingung untuk mulai cerita ini dari mana. Akhirnya ia pun menarik nafas dalam – dalam. “—Kau tahu kalau aku anak yang anti sosial kan?“ Miyavi hanya mengangguk mendengar pernyataan adiknya barusan. “Emm... ada seorang anak dari sekolahku yang ingin berteman denganku. Aku menolaknya dan ia terus memaksaku, dan aku mengatakan ia. Sejujurnya aku merasa senang karena akhirnya memiliki teman, ia sangat baik dan perhatian padaku. Dia bahkan marah saat melihat lukaku yang di pukul oleh ayah. Tapi...”
Miyavi tersenyum melihat tingkah adiknya yang seperti orang kelabakan. Ia belum pernah melihat adiknya seperti ini sebelumnya. ”—Kau mencintainya...” ucapnya singkat.
“APA!?” Aoi hampir saja menggigit lidahnya sendiri saat mendengar penjelasan Miyavi yang singkat itu. Tidak mungkin dia suka Uruha karena mereka sudah pasti sama – sama laki – laki. Dan dia bukan gay. Jadi hal itu tidak mungkin terjadi. Tidak mungkin!
“Bagaimana kau bisa berpikiran seperti itu?” tanya Aoi dengan muka yang penuh dengan rasa penasaran.
Miyavi hanya tertawa kecil. “Pipimu yang memerah itulah yang menunjukkan segalanya,” dengan iseng, Miyavi mencubi pipi Aoi dan mendapatkan pukulan yang lumayan kencang di bahunya dari Aoi. Aoi pun menggerutu kesal. Ia tidak percaya pipinya memerah saat ia memikirkan Uruha.
“Tapi...” Aoi menundukkan kepalanya. “—Dia laki – laki,” ucapnya dengan sangat pelan, bahkan hanya seperti berbisik.
Miyavi yang sedang meminum jusnya dengan sepontan langsung tersedak mendengar pernyataan Aoi barusan. “Apa?“ ia mendekatkan kupingnya ke Aoi agar ia dapat mendengarkan dengan jelas.
“Dia laki – laki, bodoh!“ ucap Aoi kesal dan ia pun berteriak di telinga Miyavi. Sepontan, Miyavi langsung menjauhkan kupingnya dari Aoi dan menutupnya dengan tangannya. Tapi tiba – tiba Miyavi tertawa terbahak – bahak. Aoi yang sedang malu pun melihatnya dengan tatapan heran.
“Selamat datang di duniaku, adikku...“ ucap Miyavi riang sambil menepuk pundak Aoi pelan dan kembali masuk ke dalam kolam renang.
***
Uruha menaruh badannya di atas kasurnya yang empuk. Ia pun mengambil bantal bebek kesayangannya dan membenamkan mukanya di bantal itu. Semenjak ia berkenalan dengan Aoi, banyak hal yang telah terjadi. Ia merasa dunia Aoi sangat berbeda dengannya. Dunianya adalah dunia yang selalu di penuhi dengan cinta dan kasih sayang. Ia memiliki orang tua yang sayang padanya dan teman – teman yang peduli padanya seperti keluarga sendiri. Sedangkan Aoi adalah anak yang kurang kasih sayang orang tua. Ia merasakan hal itu saat melihat Aoi sedang di peluk oleh Takeru. Walaupun Aoi selalu berusaha melepaskan Takeru dari tubuhnya, tapi ia melihat ekspresi Aoi yang senang karena ada yang memperlakukannya dengan begitu perhatian.
Bahkan ia sangat cemburu dengan Takeru yang sangat dekat dengan Aoi. Walaupun ia telah mengungkapkan perasaannya kepada Aoi, dan Aoi telah berjanji akan bersikap lebih ramah kepada Uruha, tapi Uruha tetap merasa cemburu dengan Takeru. Padahal Aoi dan Takeru hanya bersahabat. Tapi mengapa ia merasa cemburu saat melihat Aoi sedang berdua dengan Takeru? Apakah ia cemburu karena Takerulah yang selalu menjadi tempatnya bercerita semua masalahnya? Apakah ia cemburu karena Takerulah yang selalu merasa paling mengerti Aoi? Apakah ia cemburu karena Aoi lebih memilih Takeru daripada dirinya?
Uruha pun bangkit dari kasurnya dan mengambil gitar akustik coklatnya yang selalu bertengger di sebelah kasur. Apabila ia memiliki pikiran, ia selalu berusaha merilekskan pikirannya dengan bermain gitar, karena gitar dapat memeberikan ketenangan pada dirinya. Ia pun memetikkan beberapa alunan lagu yang ia ciptakan. Dengan lincah, tangannya yang panjang dan lentik itu menekan senar gitar dengan lembut, sehingga melodi yang indah pun tercipta dari tangan tersebut.
Dan lagi – lagi, Uruha terbenam dalam pikirannya.
FANFIC - usual love story, [chapter 10]
Posted in Fanfic, Usual Love Story on Sunday, July 05, 2009 by KANON.ROXXAuthor : Kanon Kuroii
Chapter : 10/??
Genre : romance, humor
Pairing : AoixUruha, UruhaxAoi, ToraxAoi (one-sided), more to come
Rating : PG-13
Warning : Manxman, idiot author, hentai Tora!
Disclaimer :
Comment : fanfic series pertama^^d
Prologue/Chapter 1/Chapter 2/Chapter 3/Chapter 4/Chapter 5/Chapter 6/Chapter 7/Chapter 8/Chapter 9
A/N gomen baru lanjoooooooooot!! >.< -- abisnya akhir akhir ini lage ga mut ngetik. =w=a bahkan keaknya capter seanjutnya makin lama lagi. soalnya belon ada ide. XP gomen!
Uruha memarkirkan mobilnya di ujung taman dan berjalan menuju toko SCREAM PARTY, dimana teman – teman barunya berada.
“IRASHAI MA— oooh~ Uru-chaaan~” sapa Takeru gembira saat melihat Uruha yang masuk ke dalam toko mereka. Uruha pun hanya membalas Takeru dengan senyumannya. Sebenarnya kedatangan Uruha kemari untuk mencari Aoi. Tapi Aoi tidak terlihat di mana – mana.
“Ada apa kau kemari?” Takeru pun menuntun Uruha untuk duduk di sofa belakang meja kasir—dimana tempat Aoi sering duduk—
“Aku hanya mencari Aoi.” Jawab Uruha jujur. “Aku ingin bertanya ada apa dengan bibirnya yang robek,” Uruha menunjukkan wajah khawatir.
“Ooh~ masalah itu...” jawab Takeru dengan tenang.
“Kau tahu!?” Uruha menatap Takeru dengan tidak percaya.
“Of course!” Takeru menepuk – nepuk dadanya dengan bangga. “Aou kan selalu menceritakan segalanya padaku!”
“Lalu?”
***
Aoi memasuki toko SCREAM PARTY. Gitar hitamnya seperti biasa bertengger manis di punggungnya. Ia mendapatkan massage dari Takeru tadi siang, bahwa ia harus menemuinya di SCREAM PARTY karena Takeru rindu padanya. Aoi tidak dapat menolak permintaan Takeru karena Takeru adalah temannya yang berharga. Yang membuatnya merasakan kehangatan seorang ibu yang senang memeluk anaknya. Walaupun Takeru bukanlah seorang wanita.
“Aoi!“ Masato berlari ke arah Aoi dan memeluknya. “Irashai...“
“M—masato...“ Aoi berusaha melepaskan pelukan Masato dari tubuhnya. “Kau bersikap seperti Takeru saja... lepaskan aku!“
“Hehe. Gomen, gomen.“ Masato pun melepaskan pelukannya. “Oh! Kau tahu kalau Uruha ada di sini kan?“
“Apa!?“ Aoi menatap Masato dengan kaget. Masato pun hanya mengangguk pelan.
Akhirnya Aoi pun berjalan masuk ke dalam toko itu dan menemukan Uruha yang sedang bercanda dengan Takeru. Uruha tertawa dengan lepas. Baru pertama kali ini ia melihat muka Uruha yang begitu ceria dan bahagia, ia pun merasakan ada yang aneh di dalam dadanya.
“Ooh! AOUUUUUUUU!!” Takeru menyadari kedatangan Aoi dan segera beranjak dari sofa dan memeluk Aoi. Kecupan manis di pipi pun mendarat dengan mulus di pipi Aoi. Uruha hanya melihat mereka dari sofa. Walaupun dalam hatinya ia merasa iri pada Takeru karena bisa bersikap begitu santai dengan Aoi. Begitu pula dengan Aoi kepada Takeru.
“Takeru!“ Aoi berusaha melepaskan lengan Takeru yang melingkar di lengannya. Takeru pun dengan cepat langsung memukul kepala Aoi dengan tangannya. Membuat Aoi berteriak kesakitan.
“—Bukan Takeru. Tapi Mommy...“ ucapnya dengan dingin. Bibir tipisnya cemberut dengan cepat.
“Maaf, Mommy…” jawab Aoi pasrah. Takeru pun hanya tersenyum lebar.
Tiba – tiba pintu toko terbuka dan pelanggan pun masuk ke dalam. “Takeru! Pelanggan!” teriak Yuji dari depan toko.
“YAA!” Takeru pun membalasnya dan berjalan ke arah depan toko. Meninggalkan Aoi dan Uruha sendirian.
Dengan santai, Aoi pun duduk di sebelah Uruha. Uruha pun membenarkan posisi duduknya dan menundukkan kepalanya ke bawah.
“A—Aoi,” Uruha memanggil Aoi dengan suara yang sangat pelan, hampir tidak terdengar. Tapi Aoi mendengarnya dan menatap Uruha.
“Aku sudah mendengar cerita dari Takeru tentang luka di... bibirmu,” Uruha menggigit bibir bawahnya. Tidak begitu yakin apakah ia akan melanjutkan ceritanya. Ia sangat takut membuat Aoi marah. “Aku turut prihatin,”
Aoi hanya tertawa dengan pelan, senyumannya tawar. “Tidak ada yang perlu kau kasihani,”
Uruha pun mengangguk pelan dan menatap baju – baju yang di pajang di etalase toko. Semuanya begitu warna – warni.
“Kau tahu Aoi, aku merasa iri melihat sikap Takeru dan yang lain terhadapmu.” Uruha tersenyum kecil. Aoi hanya menatap lantai di depannya, mendengarkan apa yang di katakan Uruha. “—Mereka begitu dekat denganmu, kau terlihat bahagia saat bersama mereka. Kau bisa tertawa bersama mereka, berbeda saat bersamaku. Kau tidak pernah menunjukkan ekspresi kepadaku. Kau menceritakan semua masalahmu kepada mereka, tapi kau tidak pernah menceritakannya kepadaku. Kadang aku berpikir, apakah kau menganggapku sebagai teman?” Uruha memberanikan dirinya untuk menatap Aoi. Aoi pun menatapnya, ia menggigit tindikan di bibirnya dan raut mukanya seperti sedang menimbang – nimbang sesuatu. Uruha pun mengembalikan pandangannya ke arah lantai ketika ia merasakan bahunya yang tiba – tiba saja berat.
Uruha memalingkan kepalanya kembali dan menemukan Aoi telah bersandar ke bahunya. Mata hitamnya tertutup dengan rapat. Uruha hanya terdiam di tempat, tidak tahu harus bersikap seperti apa. Ia merasakan mukanya mulai memerah dengan perlahan. Haruskah dia memeluk pundak Aoi dan mendekapnya?
“A—Aoi,” Uruha berusaha menjauhkan dirinya dari Aoi, namun tangan Aoi dengan cepat langsung menarik tangan Uruha agar Uruha tidak pergi.
“Sebentar... biarkan seperti ini sebentar,” ucapnya pelan. Uruha pun hanya mengangguk pelan. Sejujurnya, ia menikmati saat saat seperti ini bersama Aoi.
Uruha menatap Aoi dengan seksama dan menemukan ada tanda merah di leher sebelah kirinya. “Aoi, mengapa ada tanda merah pada lehermu?“ tanyanya polos.
Dalam sekejap mata Aoi langsung terbelalak dan melepaskan senderannya dari pundak Uruha. Tora! – pikiran Aoi langsung tertuju pada orang yang sudah pasti memberikan tanda ini kepadanya tadi siang. “...Bukan apa – apa,“ jawabnya gugup sambil menutupi tanda tersebut dengan tangannya.
Benar, ini bukan apa – apa.
***
Miyavi bersandar di pinggir kolam renang pribadi keluarganya. Secangkir sake dengan manis bertengger di tangan kanannya. Seperti biasa ia hanya menghabiskan waktunya dengan bermalas – malasan atau bermain gitar. Ia melihat Aoi keluar dari dalam rumah dan berjalan ke arahnya.
“Selamat siang adikku tercinta, ada yang bisa ku bantu?“ ucapnya sambil menoleh ke arah Aoi yang duduk di kursi santai di dekat kolam renang.
Aoi menatap kakaknya yang sedang bersantai di kolam renang, memang Miyavi adalah kakaknya, tapi ia tidak begitu dekat dengan Miyavi. Karena Miyavi adalah orang yang sangat berbeda dengan dirinya. Ia memiliki sifat yang mudah bergaul dan memiliki banyak teman. Sangat berbeda dengan dirinya. Ia pun menghelakan nafasnya dengan pelan. “Aku ingin bicara denganmu, bisa?“
Miyavi tersenyum kecil mendengar tawaran adiknya itu dan keluar dari kolam renang. Ia pun duduk di kursi sebelah Aoi yang kosong. “Apa saja untuk adikku tercinta! Ayo, ceritalah...“
Aoi menggigit bibir bawahnya, terlalu bingung untuk mulai cerita ini dari mana. Akhirnya ia pun menarik nafas dalam – dalam. “—Kau tahu kalau aku anak yang anti sosial kan?“ Miyavi hanya mengangguk mendengar pernyataan adiknya barusan. “Emm... ada seorang anak dari sekolahku yang ingin berteman denganku. Aku menolaknya dan ia terus memaksaku, dan aku mengatakan ia. Sejujurnya aku merasa senang karena akhirnya memiliki teman, ia sangat baik dan perhatian padaku. Dia bahkan marah saat melihat lukaku yang di pukul oleh ayah. Tapi...”
Miyavi tersenyum melihat tingkah adiknya yang seperti orang kelabakan. Ia belum pernah melihat adiknya seperti ini sebelumnya. ”—Kau mencintainya...” ucapnya singkat.
“APA!?” Aoi hampir saja menggigit lidahnya sendiri saat mendengar penjelasan Miyavi yang singkat itu. Tidak mungkin dia suka Uruha karena mereka sudah pasti sama – sama laki – laki. Dan dia bukan gay. Jadi hal itu tidak mungkin terjadi. Tidak mungkin!
“Bagaimana kau bisa berpikiran seperti itu?” tanya Aoi dengan muka yang penuh dengan rasa penasaran.
Miyavi hanya tertawa kecil. “Pipimu yang memerah itulah yang menunjukkan segalanya,” dengan iseng, Miyavi mencubi pipi Aoi dan mendapatkan pukulan yang lumayan kencang di bahunya dari Aoi. Aoi pun menggerutu kesal. Ia tidak percaya pipinya memerah saat ia memikirkan Uruha.
“Tapi...” Aoi menundukkan kepalanya. “—Dia laki – laki,” ucapnya dengan sangat pelan, bahkan hanya seperti berbisik.
Miyavi yang sedang meminum jusnya dengan sepontan langsung tersedak mendengar pernyataan Aoi barusan. “Apa?“ ia mendekatkan kupingnya ke Aoi agar ia dapat mendengarkan dengan jelas.
“Dia laki – laki, bodoh!“ ucap Aoi kesal dan ia pun berteriak di telinga Miyavi. Sepontan, Miyavi langsung menjauhkan kupingnya dari Aoi dan menutupnya dengan tangannya. Tapi tiba – tiba Miyavi tertawa terbahak – bahak. Aoi yang sedang malu pun melihatnya dengan tatapan heran.
“Selamat datang di duniaku, adikku...“ ucap Miyavi riang sambil menepuk pundak Aoi pelan dan kembali masuk ke dalam kolam renang.
HAPPY BIRTHDAY SHOU-KUN! XD
Posted in Alicenine, Shou-kun on Sunday, July 05, 2009 by KANON.ROXXhope all you wish will come true~ C:
sumpah! guw hampir lupa ama ultah selingkuhan guw sendiri ! seinget guw sih si shou tu ultahnya bareng sama sepupu guw. en tadi pagi pas liat di remainder, kepikiran "keaknya ada satu lagi deh yang ultah..."
TERNYATA!! yeeey~ XD
semoga makin sekseh!
FANFIC - usual love story, [chapter 9]
Posted in Fanfic, Usual Love Story on Tuesday, June 30, 2009 by KANON.ROXXAuthor : Kanon Kuroii
Chapter : 9/??
Genre : romance, humor
Pairing : AoixUruha, UruhaxAoi, ToraxAoi (one-sided), more to come
Rating : PG-13
Warning : Manxman, idiot author, hentai Tora!
Disclaimer :
Comment : fanfic series pertama^^d
Prologue/Chapter 1/Chapter 2/Chapter 3/Chapter 4/Chapter 5/Chapter 6/Chapter 7/Chapter 8
Uruha memandang sekeliling kelas dengan malas. Aoi lagi – lagi tidak datang ke kelas gitar. Ia pun hanya duduk di kursi yang biasanya Aoi duduki. Memandangi seluruh siswa dan siswi sedang sibuk berlatih gitar. Entah mengapa kelas terasa berbeda saat tidak ada Aoi. Ia pun hanya menghelakan nafas dengan pelan.
***
Saga duduk di atas meja. Bass hitamnya dengan manis bertengger di pangkuannya. Ia memakai earphone di telinganya dan mencoba mengikuti betotan bass dari musik yang keluar dari earphonenya sambil sesekali ia menghentakkan kakinya. Ia sangat menikmati saat – saat bermain dengan bassnya dan sangat benci apabila ada yang menganggunya. Bahkan ia tidak segan – segan memukul orang itu.
Saga merasakan ada seseorang yang menarik earphonenya dari telinganya. “HEY!” Saga berteriak kesal.
“Apa?” Tora. Sudah berdiri di seblah Saga sambli memegang earphone di tangan kirinya. Saga yang kesal akhirnya menahan amarahnya dan menatap Tora dengan kesal.
“Ku kira kau ingat kalau kau sudah berjanji untuk menemaniku pergi ke toko CD saat pulang sekolah,” ucap Tora sambil tertawa kacil. Saga pun hanya menaikkan sebelah alisnya dengan bingung.
“Kemana blazermu?” tanya Saga heran.
Tora tertawa saat melihat muka Saga yang kebingungan saat melihatnya hanya mengenakan kemeja putihnya saja. “—Di pinjam,”
***
Aoi terbangun dari tidurnya. Sepertinya ia tidur cukup lama. Ia melihat ke bawah, tampak sekolahan sudah sepi dan kelas – kelas sudah kosong. Sepertinya jam pulang sekolah sudah berbunyi dari tadi. Akhirnya Aoi pun memutuskan untuk berdiri dan merasakan ada sesuatu yang terjatuh. Sebuah blazer hitam dengan lambang kelas E di lengan kirinya. Aoi pun mengambil blazer tersebut dan menyadari bahwa tadi ia telah tertidur cukup lama. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Berusaha mencari siapa pemilik blazer tersebut. Tapi ia tersadar bahwa blazer itu milik Tora, Tora!—batin Aoi. Aoi pun teringat saat Tora melihatnya menangis tadi siang, dan saat tangan besar Tora mengelus pipinya yang kering oleh air mata. Aoi memegang pipinya perlahan, membayangkan bahwa tangan Tora lah yang mengusapnya. Dan ia pun memejamkan matanya.
Aoi membuka pintu kelasnya perlahan. Ia memutuskan untuk segera pulang. Tapi saat ia membuka kelasnya, sosok siswa berambut coklat keemasan sedang duduk memandang matahari di luar kelas. Ketika siswa tersebut sepertinya menyadari kehadirannya dan menolehkan kepalanya ke arah Aoi. Senyum lebar langsung terpasang di mukanya yang sangat feminim.
“Aoi!” ucapnya semangat.
“Uruha?” Aoi menatap siswa itu dengan tatapan bingung. “Apa yang kau lakukan disini?” tanyanya sambil berjalan ke arah Uruha.
“Aku menunggumu di kelas gitar, tapi kau tidak datang. Dan aku men—Hey! Ada apa dengan bibirmu!?” Uruha terkejut melihat bibir Aoi yang robek.
Aoi memegang lukanya dengan perlahan, “Tidak usah kau pedulikan,” ucapnya.
“’Tidak usah kau perdulikan!?’ Aoi! Itu luka yang cukup serius! Kemari, biar ku obati lukamu!” Uruha menarik tangan Aoi dan memaksanya untuk duduk di kursi.
“Uruha—“
“Just shut up your fucking mouth!” Uruha dengan tidak sengaja membentak Aoi. Aoi pun terkejut dan terdiam mendengar suara Uruha. Baru pertama kali ini ia mendengar Uruha berteriak padanya.
“Sorry, aku hanya ingin membantumu...” Uruha menundukkan kepalanya perlahan. Ia pun mengeluarkan plester berwarna kuning dengan gambar boneka di atasnya. “Err—sepertinya plester ini tidak cocok denganmu ya?” komentar Uruha dengan polos saat membandingkan plester itu dengan muka Aoi.
Aoi melakukan hal yang sangat jarang di lakukannya belakangan ini. Ia tertawa. Uruha mengangkat kepalanya dengan terkejut, tidak percaya dengan apa yang baru di dengarnya. Tapi tatapan itu segera sirna dan senyum lebar mewarnai muka Uruha. Ia pun tertawa bersama Aoi.
***
Seluruh murid di kafetaria saling bertukar pandang dengan yang lain. Tidak percaya apa yang sedang mereka lihat. Ruki, Reita dan Kai pun tidak kalah terkejutnya dengan murid yang lain. Mereka bertiga saling bertukar pandang antara satu dengan yang lain seakan tidak percaya. Uruha tersenyum dengan lebar, rasa bangga muncul dari dalam dirinya saat ia berhasil membujuk Aoi untuk makan siang bersama. Berbeda dengan Uruha, tatapan tajam terlihat di muka Aoi saat melihat seluruh mata di kafetaria tertuju padanya. Ia selalu benci menjadi pusat perhatian.
“Teman – teman, ku perkenalkan kepada kalian Shiroyama Yuu! Atau kalian bisa memanggilnya Aoi,” Uruha memperkenalkan Aoi kepada ketiga sahabatnya yang masih terdiam. “Tolong sapa dan sayangilah dia~” ucap Uruha ceria.
“Y—yoroshiku…” ucap Aoi pelan. Bahkan hanya terdengar seperti bergumam. Mukanya tertunduk ke bawah untuk menyembunyikan pipinya yang bersemu merah. Plester kuning pemberian Uruha kemarin bertengger manis di ujung bibirnya.
“H—hay Aoi! Senang rasanya bertemu denganmu... Mari kita duduk bersama!” ucap Ruki dengan nada yang aneh dan memasang muka yang seolah – olah ceria.
Aoi pun menurut saat Uruha menarik lengannya untuk duduk di kursi sebelahnya. Menatap Ruki, Reita dan Kai secara langsung. Aoi pun hanya terdiam. Ekspresi di mukanya sangat aneh... ia bingung harus memasang ekspresi seperti apa. Ia adalah orang yang paling jarang bersosialisasi di antara keluarganya. Sangat berbeda dengan Miyavi yang selalu membawa teman – temannya pulang ke rumahnya untuk bermain sepak bola atau rugby bersama.
15 menit berikutnya terasa sangat aneh bagi 5 Bintang. Mereka sangat bingung untuk dapat bebicara dengan Aoi. Berbagai pertanyaan telah mereka lontarkan kepada Aoi tapi Aoi hanya menjawabnya dengan ’iya’ ’tidak’ dan ’entahlah’. Meskipun Ruki dan Uruha tetap saling beradu mulut seperti biasanya. Dan Reita tetap makan dengan tenang, tidak begitu suka dengan kehadiran Aoi.
Pintu kafetaria terbuka lebar dan 5 orang siswa berjalan masuk ke dalam kefetaria. Murid dari kelas A langsung menyingkir atau pura – pura sibuk. Sedangkan murid dari kelas E berteriak dengan ceria. 5 Disaster telah datang. Dengan blazer hitamnya yang skiny dan kemeja yang di keluarkan serta dasi merahnya yang menyala, Shou berjalan di barisan paling depan dari 5 Disaster. Disusul oleh Nao dan Hiroto. Dan di barisan paling belakang terdapat Saga dan Tora.
“Disaster datang...“ Ruki mengumumkan kepada 5 Bintang dengan nada yang menyindir. 5 Bintang dan 5 Disaster saling bertukar pandang dengan tajam saat 5 Disaster—terutama Shou—menghampiri meja mereka.
“Lihatlah... 5 Bintang berkumpul jadi satu, sungguh suatu keajaiban dunia. Benar kan Takanori?“ Cibir Shou sambil menatap Aoi dengan tajam. Hiroto tertawa kecil di belakang Shou. Aoi pun membalas tatapannya dengan mata tajamnya.
“Tutup mulutmu Kazamasa. Uruslah urusanmu sendiri...” Ruki berdiri dari kursinya dan menatap Shou dengan dingin.
“Hump.” Shou pun membuang mukanya dan berjalan kembali ke arah mejanya.
Aoi memandang Tora yang ikut pergi bersama Shou. Tora pun menatapnya. Matanya menunjukkan rasa kesal kepada Aoi. Dan Aoi pun memalingkan mukanya ke arah lain.
***
“Kenapa kau tidak pernah memberitahuku kalau kau adalah anggota 5 Bintang!?” dengan kasar, Tora membanting bahu Aoi ke dinding atap sekolah. Seperti biasa, Aoi selalu duduk di atap sekolah untuk menghabiskan waktu istirahatnya. Ketika Tora datang dan menarik tangan Aoi dengan kasar dan mendorong Aoi ke dinding.
“A—apa maksudmu!?“ Aoi menatap Tora dengan bingung sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman Tora. Ia tidak mengerti kenapa Tora begitu marah saat melihat dirinya sedang bersama teman – teman Uruha. Yap, teman – teman Uruha. Walaupun Uruha mengatakan bahwa 5 Bintang adalah teman – temannya, ia tidak pernah mengakuinya.
“Kau tidak usah bersikap seolah – olah kau tidak mengerti apa – apa, Aoi. Apa yang kau lakukan dengan anggota Bintang itu!” Tora menggenggam bahu Aoi dengan keras, sehingga Aoi pun memejamkan matanya untuk menahan rasa sakit itu.
“A-aku—“ sebelum Aoi menyelesaikan kata – katanya, bibirnya sudah terkunci oleh bibir Tora. Pikiran Aoi mendadak langsung hampa. Matanya terbelalak dengan lebar. Tora mencium bibirnya. Badannya mendadak berhenti meronta. Ia hanya mematung di dalam dekapan Tora, berusaha untuk tidak membalas ciuman itu.
Beberapa saat kemudian Tora melepaskan bibirnya dari bibir Aoi. Aoi hanya menatap Tora dengan tatapan tidak percaya. Tora pun menatap Aoi, tapi matap Aoi dengan tatapan nafsu.
Tora pun mendekatkan mukanya ke muka Aoi lagi. Aoi hanya menutup matanya. Ia berharap agar Tora tidak menciumnya lagi. Tapi kali ini Tora tidak mencium bibirnya, ia mencium leher Aoi dengan perlahan. Sambil memegang pipi Aoi dengan lembut sebelum ia melepaskannya. “Mine,” ucap Tora sambil tersenyum menatap Aoi. Dan Tora pun membalikkan badannya dan pergi dari atap sekolah. Meninggalkan Aoi yang masih bersandar di dinding atap sekolah.
FANFIC - usual love story, [chapter 8]
Posted in Fanfic, Usual Love Story on Friday, June 26, 2009 by KANON.ROXXAuthor : Kanon Kuroii
Chapter : 8/??
Genre : romance, humor
Pairing : AoixUruha, ToraxAoi (one-sided), more to come
Rating : R (for this chapter)
Warning : Manxman, idiot author, hentai Tora!
Disclaimer :
Comment : fanfic series pertama^^d
Prologue/Chapter 1/Chapter 2/Chapter 3/Chapter 4/Chapter 5/Chapter 6/Chapter 7
“T—Tora,“ Aoi mendesah pelan saat Tora membuka bajunya dan mulai menciumi leher Aoi yang berkeringat tersebut. Dengan pelan Tora membuka kancing seragam Aoi dan mulai meraba dada Aoi yang bidang dan tangannya mulai turun untuk membuka ikat pinggang Aoi. Aoi pun menggenggam lengan Tora dengan kencang dan menggigit bibir bawahnya agar desahanya tidak terdengar oleh para murid yang sedang beristirahat di dalam gedung. Tora pun akhirnya berhasil membuka ikat pinggang dan kancing celana Aoi, senyum kemenangan terlukis di bibirnya yang tetap menjilati dan menggigit leher Aoi, dan dengan segera, Tora langsung memasukkan tangannya ke dalam bokser Aoi dan menemukan apa yang di carinya. “Ahhh...“ Aoi yang daritadi berusaha menahan desahannya pun akhirnya tidak dapat menahannya.
Mata Tora terbuka dengan cepat dan langsung terbangun dari tidurnya. Ia memandang sekeliling, dinding yang berwarna abu – abu dan berposter berbagai macam band, laptop dan jam yang menunjukkan pukul 2 siang yang berada di pojokan ruangan, kasur king-sizenya yang berselimut warna hitam. Sudah jelas bahwa ia berada di dalam kamarnya. Tora pun menghelakan nafasnya dengan lega dan menyenderkan badannya ke kepala kasurnya. Ia menyeka keringat di mukanya sambil memikirkan mimpinya barusan.
Hell no! Ada apa denganku!? Kenapa aku memimpikan orang tersebut!? Terlebih lagi— Mimpi macam apa itu!? Aku memang sering bermimpi seperti itu dengan seorang wanita. Tapi tidak dengan sesama jenis seperti Aoi! Ada apa denganku ini!?— Tora membenamkan mukanya di kedua telapak tangannya dan menghelakan nafas.
Tok Tok...
Tora menoleh ke arah pintu kamarnya, “Siapa?”
“Tora Ouji-sama, teman – teman anda ingin bertemu dengan anda,”
“Hay Tora-shi!” Shou melangkahkan kakinya ke dalam kamar Tora dengan semangat. Disusul oleh Saga, Hiroto dan Nao.
“Ada apa denganmu Tora? Mukamu terlihat pucat,” Nao memandang muka Tora dengan khawatir dan memegang kening Tora. “Kau sepertinya tidak panas,”
“Aku tidak apa – apa Nao,” jawab Tora. “Apa yang kalian lakukan disini?”
“Semua ayah kita sedang rapat bersama di ruangan ayahmu, sepertinya mereka bertransaksi dengan seorang pemerintah untuk membunuh perdana mentri Korea,“ ucap Hiroto sambil berjalan ke arah laptop Tora dan memainkannya. Tora pun hanya mengangguk pelan. Entah mengapa pekerjaan ayahnya sama sekali tidak membuatnya bangga. Di dalam hatinya dan seluruh anak 5 Disaster, mereka sangat membenci pekerjaan orang tua mereka yang selalu membunuh orang dan menghidupi keluarga mereka dengan uang haram. Mereka selalu iri dengan kehidupan anak dari kelas A yang memiliki masa depan cerah. Tidak seperti mereka yang memiliki masa depan sebagai pembunuh.
Tora pun bangun dari kasurnya dan berjalan ke kamar mandi.
***
“Terlambat lagi, Takanori-kun?“ Mrs. Yume sudah menatap Ruki yang baru memasuki ruang kelas dengan tenang dengan tatapannya yang tajam. Kai yang sedang menyalin pelajaran yang di tulis di papan tulis pun menoleh ke arah Ruki yang berada di depan pintu.
“Aakh—“ Ruki hanya menggerang dengan pasrah dan berjalan ke arah luar kelas dan berdiri di sebelah pintu kelas.
“Sepertinya kau sudah memahami apa yang harus kau lakukan ketika terlambat, Takanori-kun...“ sindir Mrs. Yume sambil menutup pintu kelasnya.
“Damn!“ umpat Ruki kesal, ia memang paling membenci guru keseniannya tersebut karena hanya guru itu saja lah yang tidak takut dengan namanya sebagai ’5 Bintang’. Ruki pun menyenderkan punggungnya ke dinding luar kelas, tatapannya menatap jendela di seberang koridor. Tiba – tiba mata Ruki terbelalak tidak percaya melihat Yuu, baru saja muncul dari ujung koridor kelas mereka. Terlihat ada luka lebam di ujung bibirnya dan terdapat lingkaran hitam di sebelah matanya yang menunjukan bahwa ia tidak tidur semalaman. Dengan cuek Yuu melewati Ruki yang memandangnya dengan seksama dan masuk ke dalam kelas.
“Yuu-kun!?“ Mrs. Yume menatap Yuu dengan ekspresi yang tidak kalah kagetnya dengan Ruki. “Suatu kejadian yang jarang sekali terjadi. Kenapa kau terlambat!? Dan ada apa dengan bibirmu!?“ tapi Yuu menghiraukan pertanyaan dari Mrs. Yume dan hanya menunduk ke bawah.
“Maafkan saya Yuu-kun, tapi kau harus berdiri di koridor kelas seperti Takanori-kun.“ Ucap Mrs. Yume. Yuu pun hanya mengangguk pelan dan berjalan keluar kelas. Takanori kembali menatapnya dengan tatapan aneh, tapi ia menghiraukannya dan berdiri di sebelahnya.
Hening...
Ruki kembali menatap ke arah jendela. Ia berusaha mengalihkan perhatiannya dari orang yang berdiri di sebelahnya. Selama ia bersekolah di St. Angelo, belum pernah sekalipun ia berbicara dengan seorang Shiroyama.
“Err—apa yang membuatmu terlambat, Aoi-kun?” Ruki mencoba memecahkan kesunyian.
“Tidak ada yang mengizinkanmu memanggilku dengan sebutan itu, Matsumoto.” jawabnya cepat.
“M—maafkan aku, Shiroyama.” Dengan itu pun Ruki menghentikan niatnya untuk berbicara dengan Yuu.
***
“Dia apa!?” Uruha kaget bukan main saat mendengar cerita Ruki tentang tadi pagi. Roti yang di makannya berlompatan keluar dari mulutnya.
“Bibirnya. Robek. Kouyou...” Ruki mengucapkannya sepatah – sepatah dan dengan penuh penekanan. Saat ini seluruh anggota 5 Bintang—kecuali Aoi—sedang berkumpul di kafetaria sekolah mereka saat istirahat siang.
“Aku tidak heran kalau kau terkejut, Uruha...” komentar Kai. “...Aku pun tidak kalah terkejutnya denganmu. Yuu terlihat berantakan pagi ini, Mrs. Yume juga terlihat sangat terkejut.“
“Tapi kenapa ia terlihat seperti berantakan sekali?“ tanya Ruki.
“Mungkin sesuatu terjadi saat ia akan berangkat sekolah,“ terka Kai.
“Aku akan bertanya padanya saat kelas gitar nanti,“ Uruha memakan makanannya. Tapi di dalam hatinya ia sedang memikirkan Aoi. Hey! Kenapa aku memikirkannya!? Apa aku khawatir padanya!?—batin Uruha.
***
Aoi menyandarkan punggungnya ke pagar atap sekolah. Lagi – lagi ia bolos kelas gitarnya. Kepalanya mengadah ke langit seperti biasa. Banyak yang terjadi sejak ia mengantarkan Uruha ke rumah Reita.
Aoi memarkirkan mobilnya di depan pintu rumahnya dan menyuruh pelayannya untuk memarkirkan mobilnya ke garasi.
“Onii-saaaan!” Kanon berlari menyambut Aoi yang baru saja masuk ke dalam rumah dengan semangat. “Kapan kita akan belajar gitar? Aku sudah tidak sabar! Kau harus mengajariku lagu Luna Sea! Boleh aku pinjam gitarmu?” Kanon membombardir Aoi dengan pertanyaan.
“Sabar Kanon, aku pasti akan mengajarimu...” Aoi tertawa kecil dan mengusap kepala adiknya dengan sayang. Di antara seluruh keluarganya, hanya Kanon yang benar – benar ia sayang. Karena hanya Kanon lah yang benar – benar menunjukkan perhatian kepadanya.
“Uuuung~ kenapa tidak mau bunyi?” dumal Kanon kesal. Aoi pun hanya tersenyum kecil melihat usaha adiknya. “Sepertinya aku memang hanya bisa bermain piano,” ucapnya pasrah.
“Berusahalah Kanon, aku yakin kamu pasti bisa...” ucap Aoi memberikan semangat.
Tapi tiba – tiba pintu kamar Aoi terbuka dengan kencang dan suaranya menggema di seluruh kamar Aoi. Tidak yang seperti Aoi bayangkan, Mr. Shiroyama ternyata pulang lebih awal. Dan ia mendengar dan melihat Kanon, anak yang menjadi penerus orkestranya sedang belajar bermain gitar.
“A—ayah...” Kanon menjerit pelan. Dengan spontan ia melepas gitar Aoi dan terjatuh di atas kasur. Sedangkan Aoi hanya menatap ayahnya, mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sebuah kepalan mendarat dengan mulus di ujung bibir Aoi. Membuatnya terjatuh ke lantai dengan benturan yang cukup keras. Kanon menjerit pelan melihat Aoi terjatuh. Air mata mulai turun dari ujung matanya.
“Sudah ku bilang berkali – kali agar jangan mengajari Kanon bermain alat musik sampah seperti itu! Aku tidak ingin penerusku menjadi rusak seperti kamu dan kakakmu!“ bentak Mr. Shiroyama kepada Aoi. Dan dengan kasar, Mr. Shiroyama menarik tangan Kanon dan membawanya keluar dari kamar Aoi. Aoi pun hanya meringkuk di lantai sambil memegang ujung bibirnya yang robek dan berdarah. Ia tidak membiarkan air matanya turun atau itu berarti kalau ia telah kalah.
Aoi tertegun dalam lamunannya. Air mata turun dari matanya tanpa ia sadari. Tapi ia membiarkannya mengalir, membiarkan dirinya melepaskan amarah yang selama ini selalu di tahannya. Karena ia yakin, kalau ia menunjukkan air mata ini di depan ayahnya, maka artinya ia telah kalah dan menyerah.
“Kau menangis?” Aoi terbuyar dari lamunannya dan menatap orang yang telah berdiri di depannya.
“Tora...” ucapnya pelan. Ia menyeka air matanya dengan lengannya.
“Ada apa?” Tora berlutut di depan Aoi dan menatapnya dengan khawatir. Aoi hanya menundukkan kepalanya, ia belum yakin apakah ia akan menceritakan semua kejadian yang di alaminya kepada orang lain. Dan ia pun hanya menggeleng pelan.
Mata Aoi terbelalak ketika ia merasakan sentuhan di pipinya. Ia mengangkat kepalanya perlahan dan melihat Tora sedang memegang pipinya dan dengan perlahan menghapus air matanya dengan jari tangannya. Aoi hanya diam melihat reaksi yang dilakukan oleh Tora. Ia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya, bahkan oleh ibunya sendiri. Perasaan yang nyaman dan aman. Aoi pun menutup matanya dan berusaha menikmati perhatian yang Tora berikan kepadanya.
Tora pun menatap muka Aoi dengan seksama. Ia sendiri tidak percaya dengan apa yang ia lakukan. Ia tidak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Tapi entah mengapa saat melihat air mata turun dari mata Aoi, ia merasakan penderitaan yang selama ini tersimpan di dalam diri Aoi. Dan entah mengapa ia sangat ingin menghilangkan penderitaan itu dari Aoi. Ia ingin melihat Aoi bahagia.
Tora menatap muka Aoi dan menyadari kalau Aoi sudah tertidur. Ia tersenyum kecil dan duduk di sebelah Aoi. Dengan pelan ia menyenderkan kepala Aoi ke lehernya. Tora memandang Aoi dengan sekasama. Nafas Aoi yang hangat menggelitik lehernya, mulutnya yang empuk terbuka sedikit dan rambut Aoi yang pendek menempel dengan pipinya. Ia melihat perut Aoi naik dan turun dengan pelan. Sepertinya Aoi tertidur dengan nyenyak.
Senyum kecil terlukis di bibir Tora saat ia melihat Aoi yang sedang tertidur. Terlihat sangat polos seperti anak kecil yang sama sekali tidak ada masalah dalam kehidupannya dan mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Tora pun mengusap pipi Aoi dengan pelan dan mendekatkan kepalanya ke muka Aoi. Dengan perlahan, ia pun menyatukan bibirnya dengan bibir Aoi.