FANFIC - usual love story, [chapter 10]

Title : usual love story
Author : Kanon Kuroii
Chapter : 10/??
Genre : romance, humor
Pairing : AoixUruha, UruhaxAoi, ToraxAoi (one-sided), more to come
Rating : PG-13
Warning : Manxman, idiot author, hentai Tora!
Disclaimer : I put them in the dungeon. I DON’T OWN THEM!
Comment : fanfic series pertama^^d

Prologue/Chapter 1/Chapter 2/Chapter 3/Chapter 4/Chapter 5/Chapter 6/Chapter 7/Chapter 8/Chapter 9



A/N gomen baru lanjoooooooooot!! >.< -- abisnya akhir akhir ini lage ga mut ngetik. =w=a bahkan keaknya capter seanjutnya makin lama lagi. soalnya belon ada ide. XP gomen!


Uruha memarkirkan mobilnya di ujung taman dan berjalan menuju toko SCREAM PARTY, dimana teman – teman barunya berada.

“IRASHAI MA— oooh~ Uru-chaaan~” sapa Takeru gembira saat melihat Uruha yang masuk ke dalam toko mereka. Uruha pun hanya membalas Takeru dengan senyumannya. Sebenarnya kedatangan Uruha kemari untuk mencari Aoi. Tapi Aoi tidak terlihat di mana – mana.

“Ada apa kau kemari?” Takeru pun menuntun Uruha untuk duduk di sofa belakang meja kasir—dimana tempat Aoi sering duduk—

“Aku hanya mencari Aoi.” Jawab Uruha jujur. “Aku ingin bertanya ada apa dengan bibirnya yang robek,” Uruha menunjukkan wajah khawatir.

“Ooh~ masalah itu...” jawab Takeru dengan tenang.

“Kau tahu!?” Uruha menatap Takeru dengan tidak percaya.

“Of course!” Takeru menepuk – nepuk dadanya dengan bangga. “Aou kan selalu menceritakan segalanya padaku!”

“Lalu?”

***

Aoi memasuki toko SCREAM PARTY. Gitar hitamnya seperti biasa bertengger manis di punggungnya. Ia mendapatkan massage dari Takeru tadi siang, bahwa ia harus menemuinya di SCREAM PARTY karena Takeru rindu padanya. Aoi tidak dapat menolak permintaan Takeru karena Takeru adalah temannya yang berharga. Yang membuatnya merasakan kehangatan seorang ibu yang senang memeluk anaknya. Walaupun Takeru bukanlah seorang wanita.

“Aoi!“ Masato berlari ke arah Aoi dan memeluknya. “Irashai...“

“M—masato...“ Aoi berusaha melepaskan pelukan Masato dari tubuhnya. “Kau bersikap seperti Takeru saja... lepaskan aku!“

“Hehe. Gomen, gomen.“ Masato pun melepaskan pelukannya. “Oh! Kau tahu kalau Uruha ada di sini kan?“

“Apa!?“ Aoi menatap Masato dengan kaget. Masato pun hanya mengangguk pelan.

Akhirnya Aoi pun berjalan masuk ke dalam toko itu dan menemukan Uruha yang sedang bercanda dengan Takeru. Uruha tertawa dengan lepas. Baru pertama kali ini ia melihat muka Uruha yang begitu ceria dan bahagia, ia pun merasakan ada yang aneh di dalam dadanya.

“Ooh! AOUUUUUUUU!!” Takeru menyadari kedatangan Aoi dan segera beranjak dari sofa dan memeluk Aoi. Kecupan manis di pipi pun mendarat dengan mulus di pipi Aoi. Uruha hanya melihat mereka dari sofa. Walaupun dalam hatinya ia merasa iri pada Takeru karena bisa bersikap begitu santai dengan Aoi. Begitu pula dengan Aoi kepada Takeru.

“Takeru!“ Aoi berusaha melepaskan lengan Takeru yang melingkar di lengannya. Takeru pun dengan cepat langsung memukul kepala Aoi dengan tangannya. Membuat Aoi berteriak kesakitan.

“—Bukan Takeru. Tapi Mommy...“ ucapnya dengan dingin. Bibir tipisnya cemberut dengan cepat.

“Maaf, Mommy…” jawab Aoi pasrah. Takeru pun hanya tersenyum lebar.

Tiba – tiba pintu toko terbuka dan pelanggan pun masuk ke dalam. “Takeru! Pelanggan!” teriak Yuji dari depan toko.

“YAA!” Takeru pun membalasnya dan berjalan ke arah depan toko. Meninggalkan Aoi dan Uruha sendirian.

Dengan santai, Aoi pun duduk di sebelah Uruha. Uruha pun membenarkan posisi duduknya dan menundukkan kepalanya ke bawah.

“A—Aoi,” Uruha memanggil Aoi dengan suara yang sangat pelan, hampir tidak terdengar. Tapi Aoi mendengarnya dan menatap Uruha.

“Aku sudah mendengar cerita dari Takeru tentang luka di... bibirmu,” Uruha menggigit bibir bawahnya. Tidak begitu yakin apakah ia akan melanjutkan ceritanya. Ia sangat takut membuat Aoi marah. “Aku turut prihatin,”

Aoi hanya tertawa dengan pelan, senyumannya tawar. “Tidak ada yang perlu kau kasihani,”

Uruha pun mengangguk pelan dan menatap baju – baju yang di pajang di etalase toko. Semuanya begitu warna – warni.

“Kau tahu Aoi, aku merasa iri melihat sikap Takeru dan yang lain terhadapmu.” Uruha tersenyum kecil. Aoi hanya menatap lantai di depannya, mendengarkan apa yang di katakan Uruha. “—Mereka begitu dekat denganmu, kau terlihat bahagia saat bersama mereka. Kau bisa tertawa bersama mereka, berbeda saat bersamaku. Kau tidak pernah menunjukkan ekspresi kepadaku. Kau menceritakan semua masalahmu kepada mereka, tapi kau tidak pernah menceritakannya kepadaku. Kadang aku berpikir, apakah kau menganggapku sebagai teman?” Uruha memberanikan dirinya untuk menatap Aoi. Aoi pun menatapnya, ia menggigit tindikan di bibirnya dan raut mukanya seperti sedang menimbang – nimbang sesuatu. Uruha pun mengembalikan pandangannya ke arah lantai ketika ia merasakan bahunya yang tiba – tiba saja berat.

Uruha memalingkan kepalanya kembali dan menemukan Aoi telah bersandar ke bahunya. Mata hitamnya tertutup dengan rapat. Uruha hanya terdiam di tempat, tidak tahu harus bersikap seperti apa. Ia merasakan mukanya mulai memerah dengan perlahan. Haruskah dia memeluk pundak Aoi dan mendekapnya?

“A—Aoi,” Uruha berusaha menjauhkan dirinya dari Aoi, namun tangan Aoi dengan cepat langsung menarik tangan Uruha agar Uruha tidak pergi.

“Sebentar... biarkan seperti ini sebentar,” ucapnya pelan. Uruha pun hanya mengangguk pelan. Sejujurnya, ia menikmati saat saat seperti ini bersama Aoi.

Uruha menatap Aoi dengan seksama dan menemukan ada tanda merah di leher sebelah kirinya. “Aoi, mengapa ada tanda merah pada lehermu?“ tanyanya polos.

Dalam sekejap mata Aoi langsung terbelalak dan melepaskan senderannya dari pundak Uruha. Tora! – pikiran Aoi langsung tertuju pada orang yang sudah pasti memberikan tanda ini kepadanya tadi siang. “...Bukan apa – apa,“ jawabnya gugup sambil menutupi tanda tersebut dengan tangannya.

Benar, ini bukan apa – apa.

***

Miyavi bersandar di pinggir kolam renang pribadi keluarganya. Secangkir sake dengan manis bertengger di tangan kanannya. Seperti biasa ia hanya menghabiskan waktunya dengan bermalas – malasan atau bermain gitar. Ia melihat Aoi keluar dari dalam rumah dan berjalan ke arahnya.

“Selamat siang adikku tercinta, ada yang bisa ku bantu?“ ucapnya sambil menoleh ke arah Aoi yang duduk di kursi santai di dekat kolam renang.

Aoi menatap kakaknya yang sedang bersantai di kolam renang, memang Miyavi adalah kakaknya, tapi ia tidak begitu dekat dengan Miyavi. Karena Miyavi adalah orang yang sangat berbeda dengan dirinya. Ia memiliki sifat yang mudah bergaul dan memiliki banyak teman. Sangat berbeda dengan dirinya. Ia pun menghelakan nafasnya dengan pelan. “Aku ingin bicara denganmu, bisa?“

Miyavi tersenyum kecil mendengar tawaran adiknya itu dan keluar dari kolam renang. Ia pun duduk di kursi sebelah Aoi yang kosong. “Apa saja untuk adikku tercinta! Ayo, ceritalah...“

Aoi menggigit bibir bawahnya, terlalu bingung untuk mulai cerita ini dari mana. Akhirnya ia pun menarik nafas dalam – dalam. “—Kau tahu kalau aku anak yang anti sosial kan?“ Miyavi hanya mengangguk mendengar pernyataan adiknya barusan. “Emm... ada seorang anak dari sekolahku yang ingin berteman denganku. Aku menolaknya dan ia terus memaksaku, dan aku mengatakan ia. Sejujurnya aku merasa senang karena akhirnya memiliki teman, ia sangat baik dan perhatian padaku. Dia bahkan marah saat melihat lukaku yang di pukul oleh ayah. Tapi...”

Miyavi tersenyum melihat tingkah adiknya yang seperti orang kelabakan. Ia belum pernah melihat adiknya seperti ini sebelumnya. ”—Kau mencintainya...” ucapnya singkat.

“APA!?” Aoi hampir saja menggigit lidahnya sendiri saat mendengar penjelasan Miyavi yang singkat itu. Tidak mungkin dia suka Uruha karena mereka sudah pasti sama – sama laki – laki. Dan dia bukan gay. Jadi hal itu tidak mungkin terjadi. Tidak mungkin!

“Bagaimana kau bisa berpikiran seperti itu?” tanya Aoi dengan muka yang penuh dengan rasa penasaran.

Miyavi hanya tertawa kecil. “Pipimu yang memerah itulah yang menunjukkan segalanya,” dengan iseng, Miyavi mencubi pipi Aoi dan mendapatkan pukulan yang lumayan kencang di bahunya dari Aoi. Aoi pun menggerutu kesal. Ia tidak percaya pipinya memerah saat ia memikirkan Uruha.

“Tapi...” Aoi menundukkan kepalanya. “—Dia laki – laki,” ucapnya dengan sangat pelan, bahkan hanya seperti berbisik.

Miyavi yang sedang meminum jusnya dengan sepontan langsung tersedak mendengar pernyataan Aoi barusan. “Apa?“ ia mendekatkan kupingnya ke Aoi agar ia dapat mendengarkan dengan jelas.

“Dia laki – laki, bodoh!“ ucap Aoi kesal dan ia pun berteriak di telinga Miyavi. Sepontan, Miyavi langsung menjauhkan kupingnya dari Aoi dan menutupnya dengan tangannya. Tapi tiba – tiba Miyavi tertawa terbahak – bahak. Aoi yang sedang malu pun melihatnya dengan tatapan heran.

“Selamat datang di duniaku, adikku...“ ucap Miyavi riang sambil menepuk pundak Aoi pelan dan kembali masuk ke dalam kolam renang.


0 komentar:

Leave a Comment

Back to Home Back to Top Zealotus. Theme ligneous by pure-essence.net. Bloggerized by Chica Blogger.