Title : usual love story
Author : Kanon Kuroii
Chapter : 12/??
Genre : romance, humor
Pairing : AoixUruha, ToraxAoi (one-sided)
Rating : PG-13
Warning : Manxman, idiot author
Disclaimer :
I put them in the dungeon. I DON’T OWN THEM!
Comment : fanfic series pertama^^d

CHAPTER 12
Aoi berjalan keluar dari toko SCREAM PARTY. Seperti biasa, Takeru memanggilnya—atau memaksanya—untuk main ke toko karena hari itu Takeru sedang jaga toko sendirian. Sehingga ia pun meminta Aoi untuk menemaninya.
Saat Aoi akan membuka mobilnya, tiba – tiba ia di tarik oleh seseorang ke dalam gang sempit yang tidak jauh dari toko milik Takeru. Badannya di banting ke tembok dengan kasar, membuatnya merintih kesakitan. Lima orang yang tidak di kenalnya telah berdiri di depannya, salah satu di antara mereka ada yang membawa potongan besi.
“Berikan uangmu,“ ucap salah seorang dari mereka.
“Aku menolak“ jawab Aoi datar.
“Hump,” orang itu tersenyum sinis mendengar jawaban Aoi. Ia pun memberikan aba – aba kepada teman – temannya untuk menghajar Aoi.
Dalam hitungan detik, perkelahian pun terjadi. Kerah baju Aoi di tarik dan ia pun di banting ke tanah. Aoi pun segera bangkit dan berusaha melawan mereka, walaupun ia tidak begitu jago dalam urusan berkelahi. Baku hantam pun terjadi, Aoi berhasil merubuhkan salah satu dari mereka. Tapi tanpa ia sadari, salah seorang dari mereka memukul Aoi dengan besi tepat di kepalanya, Aoi pun berteriak kesakitan dan terjatuh ke lantai. Orang – orang itu pun mulai menendangi seluruh badan Aoi dengan keras, membuatnya hanya bisa merintih kesakitan dan berusaha untuk melindungi mukanya agar tidak terjadi luka serius.
Aoi merasakan ada seseorang di antara mereka yang mengambil dompet di kantongnya. Ia berusaha melawan tapi usahanya sia – sia, karena yang lainnya tetap menendanginya.
“Hey, lihat ini! Anak ini orang kaya!” teriak orang yang mengambil dompet Aoi dengan gembira. “Lihat di kantongnya yang lain! Siapa tahu masih ada yang lain!” perintahnya.
Teman – temannya pun mulai meronggoh kantong celana Aoi. Aoi hanya bisa menatap mereka, karena seluruh badannya seperti telah terpisah satu sama lain, ia bahkan tidak dapat merasakan tangannya.
Tapi tiba – tiba saja salah satu deri mereka terjatuh di sebelah Aoi, Aoi pun berusaha melihat ke atas dan melihat para orang – orang itu telah di hajar oleh seseorang.
Dan semuanya menjadi gelap.
***
Keadaan St. Angelo damai seperti biasanya, siswa siswi sekolah tersebut keluar dari kelas masing – masing karena bel pulang telah berbunyi. Dan seperti biasa Uruha dan Reita menunggu Kai dan Ruki di depan kelas mereka.
“Hai Kai! Hai Ruki!” Uruha menyapa teman – temannya dengan semangat seperti biasa.
“Hai Uru~” Ruki berlari ke arah Uruha dan memeluk Uruha dengan kencang. “Aku tahu kalau kau memang sayang aku, soalnya kamu selalu setia menungguku setiap pulang sekolah... sayang kamu deh pokoknya!” ledek Ruki sambil memeluk Uruha dengan kencang.
“R—Ruki... tidak... bernafas...” Uruha menjulurkan tangannya ke arah Reita seolah meminta pertolongan.
Reita pun hanya tersenyum melihat tingkah temannya dan berjalan mendekatinya. Dengan ringannya, ia menarik Ruki dari Uruha dan mengangkatnya di bahunya. Seolah – olah Ruki adalah karung beras.
“AAAAARGH! Aku di culik oleh ogre!“ teriak Ruki dengan panik. “Prince Kai! Save meeeee!“ Ruki berusaha meraih tangan Kai yang berada di belakangnya, tapi tidak berhasil.
Kai dan Uruha pun hanya tertawa melihat tingkah Ruki yang selalu paling kekanak – kanakan. Di antara mereka berempat, Rukilah yang paling muda dan selalu membuat lelucon – lelucon lucu atau melakukan hal – hal aneh untuk mencairkan suasana. Walau kadang – kadang memalukan, tapi mereka semua sangat menyayanginya.
“Ayo pulang Uru,“ ucap Kai.
“Chotto!“ Uruha menarik lengan seragam Kai. “Aku tidak melihat Aoi,” tanyanya heran.
“Ah, Aoi tidak masuk hari ini...” jelas Kai.
“Apa!? Kenapa!? Ada apa dengannya!?” Uruha kaget mendengar penjelasan Kai barusan.
“Aku tidak tahu, tapi yang jelas Aoi tidak masuk.” Ucap Kai sambir berjalan menyusul Reita dan Ruki, sedangkan Uruha hanya terdiam di tempat.
Aoi, apa yang terjadi!? Kenapa kau tidak masuk?— batin Uruha.
“Uru?” Kai menoleh ke arah Uruha yang masih berdiri tegak di tempatnya, tidak melangkah sedikitpun. “Ada apa?”
“E—engga ada, bukan apa – apa” ucap Uruha sambil menyusul Kai.
***
Aoi membuka matanya perlahan, berusaha menahan rasa sakit di matanya akibat perkelahian kemarin. Bahkan ia merasa kalau seluruh badannya sakit bukan main, tangannya pun tidak bisa di gerakkan. Ia tidak ingat kejadian setelah itu, yang ia tahu bahwa ada seseorang yang menolongnya dan semuanya menjadi gelap.
Aoi memandang sekeliling dan menyadari kalau ini bukan kamarnya. Dinding kamarnya berwarna putih, bukan abu – abu. Dan tidak ada berbagai macam poster di dindingnya karena selalu di rusak oleh ayahnya kalau melihat ada poster di dinding kamarnya, tapi ruangan ini penuh dengan poster. Aoi melihat ke meja di samping tempat tidur, ia melihat foto seorang anak kecil dan seorang wanita yang sepertinya adalah ibu dari anak itu. Mereka berdua tampak begitu gembira dan saling memeluk satu sama lain.
Pintu kamar itu terbuka dan Aoi segera melihat ke arah pintu tersebut, ingin mengetahui siapa yang telah menyelamatkannya. Matanya terbelalak ketika mengetahui siapa yang telah menyelamatkannya.
“Tora...“
Tora yang sedang menutup pintu langsung menoleh ke arah Aoi yang terbaring lemah di kasurnya.
“Kau sudah sadar...“ ucapnya sambil tersenyum kecil sambil berjalan ke arah Aoi. Aoi melihat Tora membawa makanan dan minuman, lalu di taruh di meja kecil sebelah kasurnya dan ia pun duduk di kasurnya, menghadap Aoi. “Kenapa kau bisa dipukuli oleh mereka?“
Aoi tidak menjawab pertanyaan Tora, ingatannya tentang kejadian kemarin malam teringat kembali di pikirannya, mereka hanya memukuli dirinya karena ia tidak mau menyerahkan uang kepada mereka. Tapi ia tidak menyangka kalau Tora lah yang menyelamatkannya dari serangan preman itu. Ia pun hanya mengangguk pelan.
“Aku membawamu ke rumahku, karena aku tidak tahu dimana rumahmu berada...“ ucap Tora sambil mengusap bagian belakang lehernya.
“—Tidak apa – apa, terima kasih atas bantuanmu, Tora.“ Aoi pun bangun dari tempat tidur Tora, tapi sepertinya badannya tidak mau menuruti perintahnya. Dalam sekejap ia sudah terjatuh lagi, tapi sebelum badannya menyentuh tanah, tangan Tora telah mendekap Aoi erat sehingga Aoi tidak terjatuh.
“T—Tora...” Aoi berusaha melepaskan diri dari Tora, tapi, kedua tangan Tora malah semakin mempererat dekapannya di pinggang Aoi, membuat Aoi tidak bisa bergerak dari posisinya. “Apa yang—“
“Aoi...” Tora menyebut nama Aoi dan membenamkan mukanya di leher Aoi, membuat Aoi terdiam. “Tidak kah kau tahu bagaimana reaksiku ketika melihatmu sedang terkapar di gang itu? Dengan seluruh badanmu penuh memar dan mulutmu yang mengeluarkan darah?” Tora bercerita panjang lebar, suaranya bergetar seperti ketakutan. Genggamannya di pinggang Aoi semakin kencang. Dan ia pun menghelakan nafasnya dengan berat. “Aku belum pernah merasakan ketakutan yang seperti ini semenjak kematian ibuku,“
Tora pun melepaskan genggamannya dan menatap Aoi yang hanya terdiam. Dengan lembut, Tora memegang pipi Aoi dengan kedua tangannya, Aoi menatap Tora dengan tatapan bingung, lelah dan prihatin. Namun tiba – tiba pikiran Aoi terbuyar ketika Tora mendekatkan kepalanya dan menyatukan bibir Aoi dengan bibirnya.
Aoi terkejut saat membiarkan Tora menciumnya lagi, tapi kali ini Tora tidak menciumnya dengan kasar. Ciuman itu penuh dengan kelembutan dan perasaan yang selama ini telah di pendam oleh Tora terhadap dirinya. Semua ini salah!—pikir Aoi. Tapi di sisi lainnya, kali ini ia merasa nyaman dan aman ketika Tora menciumnya. Belum ada seorang pun yang pernah memberikan perhatian lebih terhadap dirinya, bahkan orang tuanya sendiri. Ia tidak ingin sendiri lagi, ia tidak ingin di asingkan dari dunia ini, ia membutuhkan kasih sayang. Dan ia yakin saat ini Tora telah memberikan kepadanya. Ia pun membalas ciuman yang Tora berikan.
Tora terkejut saat merasakan Aoi membalas ciumannya, tapi saat ia merasakan sepasang tangan yang melingkar di lehernya, ia pun kembali mencium Aoi.
Aoi merasakan lidah Tora sedang menjilat bibirnya, ia pun memberikan apa yang Tora inginkan tanpa protes. Ia mendesah pelan dan membuka mulutnya, mengizinkan lidah Tora untuk menyelusuri mulutnya. Tora pun dengan gembira langsung menjelajahi mulut Aoi. Aoi merasakan tangan Tora berada di lehernya dan tangannya yang lain melingkar di pinggangnya, membuat badannya menempel dengan Tora.
Aoi merasa hal yang sedang ia lakukan dengan Tora adalah hal yang benar. Ia belum pernah merasakan perasaan yang sangat aman dan nyaman seperti ini. Sehingga ia tidak ingin melepaskannya dan kembali ke dalam kesendirian yang selama ini selalu menyelimutinya. Tapi saat Tora mengadukan lidahnya dengan lidah Aoi, mengapa yang berada di dalam pikirannya adalah Uruha?