Author : Miyawaki Hotaru
Genre : romance – blur (oneshot)
__________________________________________________________________
Aoi, Shiroyama Yuu, keluar dari Jaguar merah metalik-nya yang mengilap. Mobil mewah itu terparkir dengan sangat rapi di tempatnya. Tempat khusus. Di tengah-tengah lapangan parkir sekolah swasta mewah dan super elit di seluruh Osaka. Khusus, karena hanya Aoi yang bisa menempati satu spasi tempat parkir itu.
Aoi adalah satu dari ratusan siswa yang bersekolah St. Orr Abeille—yang kalau diterjemahkan secara bodoh dengan kamus Bahasa Perancis artinya lebah emas. Dia begitu sempurna: tampan, kaya, sopan, pelukis, gitaris, penulis lagu, atlit basket andalan, dan segala hal dimilikinya termasuk nilai akademis yang sangat-amat-memuaskan. Setiap langkahnya mengundang desahan dari cewek-cewek dan dengusan iri dari setiap cowok yang dilintasinya. Aoi bagai matahari yang selalu diorbit oleh planet-planet.
Matahari? Oh, ayolah. Aoi tidak sesempurna itu. Dia cengeng. Sensitif. Dan akan sangat stress jika nilainya hanya A. Padahal aku—ya, aku, gadis biasa yang kebetulan mendapatkan beasiswa penuh masuk ke St. Orr Abeille—butuh usaha sangat keras, sangat sangat keras, untuk mendapatkan nilai A.
Kuroi Kanon, adalah teman Shiroyama Yuu sejak ia masih bayi. Aku. Kami lahir di hari yang sama dan kebetulan kedua ibu kami melahirkan di rumah sakit yang sama. Saat itu ayah Aoi tidak seperti sekarang. Kau tidak akan percaya melihat Aoi yang sekarang dengan Yuu yang dulu. Percayalah padaku.
Kami sempat bertetangga selama beberapa tahun. Rumah kami sederhana di pinggiran Osaka dengan fasilitas seadanya. Kran air yang bocor dan atap rumah yang berlubang, juga retakan pada dinding berbentuk seperti petir. Dan rumah-rumah tikus. Aku sering main ke rumahnya untuk bermain satu-satunya gameboy yang dia punya dan bagi kami dulu itu sangat mahal. Ayahnya bekerja sebagai tukang ban dan ibunya hanya mengurus rumah.
Aku tidak akan menyangka bisa bertemu dengan Aoi disini. Pasalnya dia pindah ke Tokyo karena ternyata ayahnya adalah keturunan kerajaan yang selama ini dicari-cari. Keturunan Tokugawa. Meski bukan pewaris tahta, Shiroyama senior adalah seorang pangeran disana. Dan secara otomatis mengangkat derajat Aoi dari lelaki biasa yang dekil dan miskin menjadi seorang pangeran muda. Seorang pangeran yang dingin dan kaku.
Sementara aku masih berada disini, menjadi pelayan di sebuah kafe hanya untuk melunasi hutang pada pemilik flat yang aku tinggali.
Aoi dengan angkuh melewatiku. Dia tidak pernah menyapaku semenjak kami kembali bertemu. Dia—mungkin—tidak ingat padaku. Menatapkupun tidak. Melirik saja rasanya dia enggan sekali. Ah, sudahlah. Aku hanya orang miskin disini. Lagipula aku tidak terlalu menyukainya. Maksudku, oke, aku menyukainya. Sangat menyukainya, sejak kecil. Tapi aku tidak perlu terlalu menghiraukannya. Bodoh jika aku berharap dia ingat padaku lalu mengajakku berjalan-jalan dengan mobil merah langka miliknya itu. Pikiran primitif.
“Kanon!” Seseorang memanggilku. Shou, anak seorang dokter terkenal dan kaya, berlari kearahku. Ia cowok manis berambut cokelat yang—yah, kuakui, aku juga suka dia. Dia juga tinggi dan bahkan lebih tinggi daripada Aoi. Tapi sayangnya dia sedikit—
BRAAAKK
—ceroboh. Dan bodoh.
Shou terjatuh hanya karena tersandung batu kecil yang kebetulan membuat kaki kirinya menarik lepas tali sepatu kaki kanannya dan terjungkir karena tidak bisa menjaga keseimbangan. Dia tidak benar-benar jatuh. Dia menarik blazer seragam seseorang untuk berpegangan. Sayangnya blazer mahal itu robek. Blazer milik Aoi. Prince Aoi.
“Aah, bodoh!” Bentakku pada Shou, menghampirinya, dan menariknya berdiri.
Shou cepat-cepat menundukkan kepalanya di depan Aoi. “Gomen nasai, aku tidak sengaja. Tadi aku tersandung dan—”
“Sudahlah,” Potongku. Sejenak aku melirik Aoi yang sama sekali tidak menampakkan ekspresi menatap ubun-ubun Shou. Namun ia tersadar aku memperhatikannya dan ia menoleh kearahku. Kutatap ia dengan tatapan menantang tanpa peduli pada darahku yang mendidih dan wajahku yang perlahan menjadi tomat. Lalu kutarik Shou menjauhinya.
“Tapi Kanon, aku tidak bisa tenang kalau dia belum memaaf—”
“Jangan bodoh, Kohara. Kita tidak sedang berada di film horor. Tenang saja, dia tidak akan menghantuimu.” Potongku dengan ketus.
“Tunggu!” Aoi setengah berteriak memanggil dan berlari kearah kami. Ia menatapku. Iya, aku. Apa aku melakukan tindakan yang salah atau kriminal atau bagaimana? Dia menatapku seolah-olah aku telah membunuh anaknya. “Straw? Kaukah itu?”
“Straw? Siapa Straw? Aku Kanon. Douzo yoroshiku.” Ujarku ketus dan sinis. Bohong.
Tapi ia masih mengejar. Langkahku terhenti ketika ia memegang bahuku. “Kuroi Kanon? Strawberry! Kau ingat aku? Aku Shiroyama Yuu!”
Tentu saja aku ingat, dasar bodoh. Aku tidak mungkin lupa pada cinta pertamaku! “Oh, Shiroyama si Pangeran dari kelas A, ya? Ada apa? Bisa kubantu, Yang Mulia?”
“Straw, aku mencarimu!” Tiba-tiba Aoi menjatuhkan tasnya dan memelukku. Memelukku erat. Rasanya seluruh darahku menguap ke udara. Mukaku pasti merah padam.
“Tu—tunggu!” Aku melepaskan pelukannya itu. “Apa maksudmu? Baru sadarkah kau kalau aku—Kuroi Kanon—bersekolah disini setelah setahun kedatanganmu?”
“Maafkan aku. Aku hanya tidak tahu kalau kau adalah Straw—Kanon. Karena kau begitu berbeda. Kau—”
“Yeah, yeah. Kau juga terlihat sangat berbeda, Yang Mulia.” Potongku. Aku tersenyum miring. “Lalu untuk apa kau mencariku? Untuk ikut denganmu ke Istana dan hidup disana bersamamu seperti di dongeng? Ha!”
Tak kusangka. Diluar dugaan. Benar-benar diluar dugaanku. Aku hanya bercanda. Tentu aku bercanda. Tapi Aoi dengan antusias mengangguk padaku. Mengangguk! Dan memelukku lagi. Tepat di depan mata Shou. Di ujung koridor menuju kelas. Dia sudah gila!
Tapi … aku pasti lebih gila darinya.
~~ OWARI ~~
====================================
komen :: HOTEEEE ! ! AISHITERUUUU ! ! sumpret dung dung pret ! keyen ! mantab ! XDDD sampai terkencing kencing saia. XD
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Leave a Comment