Author : Kanon Kuroii
Chapter : Oneshot
Genre : fluff, slight angst
Pairing : Uruha/Aoi
Rating : PG
Warning : none
Disclaimer : I don’t own them.
Comment : bagi kalian yang mencari humor di fanfic ini, sayang sekali tidak ada! >3
Lagi – lagi kau sedang bertengkar dengan kekasihmu. Lagi – lagi kau bertengkar karena hal sepele. Kau bertengkar dengannya karena ia tidak mengerti tentang selera humormu. Aku memandangmu dari balik jendela kamarku. Kamarmu yang berwarna biru tua dengan berbagai macam poster yang tertempel di dindingmu dan barang – barang yang tergeletak di atas kasurmu. Dan dirimu yang sedang berteriak kepada pacarmu yang sedang menelefonmu. Malam ini seperti malam – malam yang lain. Dimana aku hanya duduk di atas kasurku sambil mengerjakan tugas sekolah atau hanya mengulang pelajaran yang di ajarkan di sekolah tadi sambil mendengarkan lagu yang pacarmu tidak sukai.
Kita berdua adalah teman sejak kecil. Kita selalu bersama karena letak rumah kita yang bersebelahan dan letak kamar kita yang berhadapan dan hanya di pisahkan oleh pagar rumah yang tingginya tidak lebih dari satu setengah meter. Oh, tentu saja kamarku dan kamarnya berada di lantai dua. Saat kecil kita selalu melakukan segalanya bersama, sekolahan yang sama, kelas yang sama, bahkan kami duduk bersebelahan. Kadang kau pun selalu merengek kepada orang tuamu agar membelikan baju yang sama denganku. Namun saat kita menginjak sekolah menengah ke atas, kau mulai berubah. Rambut hitammu kau cat menjadi berwarna coklat keemasan. Kau mulai sering menggunakan makeup ke sekolah. Kau menjadi kapten basket. Dan kau pun menjadi populer...
Tidak sadarkah kau kalau sekarang dunia kita berbeda?
Aku menoleh ke arah kamarnya dan menyadari kalau kau telah menatapku dan memegang secarik kertas.
Apa yang kau lakukan sekarang?
Aku tertawa kecil membaca tulisannya, membuat senyumnya hilang dan ia cemberut kepadaku yang selalu terlihat menakjubkan di mataku. Aku selalu heran dengan cara kami saling berkomunikasi. Sejak kecil, kami selalu menggunakan kertas untuk saling berbicara. Karena kami berdua tidak memiliki telefon di dalam kamar kami, dan kami selalu ingin mengobrol dengan menatap muka masing – masing. Aku pun mengambil kertas yang selalu ku simpan di bawah kasur agar mudah saat kita mengobrol.
Belajar seperti biasa.
Balasku.
Ne, Aoi. Hibur aku...
Tulisnya dengan tinta biru. Aku pun berdiri dari kasurku dan berjalan ke arah lemariku. Aku pun mengeluarkan sepasang boneka tangan, yang satu berambut hitam dan menggunakan baju bertuliskan ’A’. Sedangkan yang satunya berambut coklat dan menggunakan baju brtuliskan ’U’. Yap, itu kamu. Aku pun kembali duduk di kasurku dan menatap dirimu yang sedang duduk di seberang kamarku, menaikkan sebelah alismu dengan bingung. Namun bibirmu langsung tersenyum lebar saat aku mengeluarkan boneka yang sudah pasti kau ingat. Boneka yang kita berdua buat saat pelajaran PKK saat kita berada di kelas delapan dulu, kau memberikan bonekamu kepadaku karena waktu itu kau beranggapan kalau laki – laki tidak pantas bermain boneka. Dan boneka itu sekarang adalah salah satu harta karunku.
Dan kau tertawa saat aku menarikan tarian bodoh dengan kedua boneka itu. Aku pun ikut tertawa, karena jika kau bahagia, maka aku pun bahagia. Namun tertawamu berhenti dan di gantikan oleh senyuman lembut saat bonekaku memeluk bonekamu. Senyum yang hanya bisa keluar saat kamu bersamaku. Apakah kau tahu kalau senyuman itu selalu membuatku dalam hati menangis?
Karena aku tidak bisa memilikimu...
Sudah kembali ceria?
Tanyaku kepadanya.
Terima kasih Aoi, kau selalu dapat membuatku tertawa.
Aku hanya tersenyum kecil membaca tulisanmu. Kau selalu berkata kalau aku selalu membuatmu tertawa, kalau aku dapat menghilangkan amarahmu, selalu mendengarkan keluhanmu, selalu paling mengerti dirimu. Tapi kenapa kau tidak menjadi miliku? Tidakkah kau merasa kalau aku yang paling mengerti dirimu?
Saat aku akan membalas tulisanmu, aku mendengar telefon genggamku berbunyi. Aku pun mengangkatnya, rupanya itu adalah Sou. Sou adalah temanku satu – satunya di sekolah, tentu saja saat kamu sedang bersama dengan anak populer yang lain. Ia hanya bertanya mengenai pelajaran yang kurang ia mengerti di sekolah tadi, dan aku pun menjelaskannya kepadanya. Tanpa kusadari kami mengobrol mengenai hal lain sampai begitu lama. Dan saat aku menutup telefon itu lalu menoleh ke arah kamarmu, kau sudah menutup tirai kamarmu. Aku pun hanya terduduk di pinggir tempat tidurku sambil menatap ke kamarmu. Kenapa kau lebih memilihnya daripada aku? Aku tahu aku hanya seorang kutu buku yang selalu belajar dimana saja. Berbeda dengannya yang merupakan seorang pemimpin cheerleader. Aku tahu aku hanya menggunakan kaos biasa yang sudah usang, sedangkan ia yang selalu menggunakan baju bermerk. Kami memang berbeda.
Aku pun akhirnya memuruskan untuk tidur, karena besok aku harus pergi ke sekolah. Aku pun naik ke atas tempat tidur dan membenamkan tubuhku ke hangatnya selimut, tanpa menutup tiraiku. Tanpa kusadari, aku pun membisikan sebuah kata...
“Selamat tidur, Uruha... I love you,”
Dan tanpa aku sadari, ia menatapku dari balik tirai kamarnya. Senyum kecil terlukis di bibirnya.
...
Aku duduk di teras depan rumahku dangan buku gambar berada di pangkuanku. Kadang – kadang aku suka mencari inspirasi untuk menggambar dengan duduk di depan terasku. Namun aku tidak menemukan inspirasi hari ini, aku hanya menatap ke arah jalan besar dengan tatapan kosong. Akhir – akhir ini pikiranku selalu di penuhi dengan dirimu. Lalu aku pun menyadari bahwa seseorang telah duduk di sebelahku, dan itu adalah kau.
“Hey...” kau menyapaku dengan suara beratmu dan senyummu yang sangat ku cintai. Aku pun hanya membalas dengan senyuman kecil. Kau selalu muncul di hadapanku dengan tiba – tiba dan dengan senyum yang selalu sama setiap hari.
“Kali ini apa yang sedang kau buat?” Uruha bertanya kepadaku sambil menunjuk buku gambar yang berada di pangkuanku. Aku pun menatap kertas gambar yang masih berwarna putih polos dan belum ada coretan sama sekali di atasnya.
“Nah, aku belum menemukan inspirasi... mungkin kau bisa mencarikannya untukku?” aku memberanikan diriku untuk menatap kedua matamu. Mata yang berwarna coklat bening yang memancarkan kelembutan kepadaku. Kau pun memalingkan pandanganmu dariku dan mengerutkan alismu, seperti sedang mencari sesuatu.
“Ah! Bagaimana kalau itu!?” aku mengikuti arah yang di tunjukkan oleh jari telunjuknya, dan jari itu tertunjuk kepada Kurawa-san, tetangga seberang rumahku yang setiap hari selalu mengeluh dengan ulah anak muda jaman sekarang, walaupun ia menyukaiku karena di matanya aku adalah anak baik. “Aku yakin kau dapat menggambar kerutan di seluruh mukanya dengan sempurna, Aoi!”. Aku pun tertawa mendengar ejekannya, walaupun Kurawa-san memang sudah berumur hampir lima puluh tahun, tetapi tidak ada satu kerutan pun di wajahnya. Dan Uruha selalu menjadikannya sebagai objek celaan karena menurutnya Kurawa-san memiliki kerutan sangat banyak di wajahnya namun ia sering operasi pelastik.
“Hentikan itu Uruha... dia orang yang baik,” aku berusaha membela Kurawa-san dan memukul pundak Uruha dengan pelan, membuat Uruha menatapku dengan tatapan kesal dan ia lagi – lagi cemberut dengan bibirnya yang tebal itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa, karena aku tahu, Uruha tidak akan pernah bisa marah denganku. Ia pun mengusap – ngusap rambutku dengan kencang sehingga membuat rambutku berantakan. Dan kali ini akulah yang cemberut, tapi ia malah tertawa lebar dan mencubit kedua pipiku dengan tangan panjangnya. Rasanya semuanya kembali seperti semula, kembali saat kau belum mengenalnya.
Namun semua keceriaan itu berhenti ketika kami mendengar suara kelakson mobil di depan rumahku, dan aku menemukan sebuah mobil berwarna putih metalik dan terlihat sosok pacar Uruha dari balik jendela mobil itu, sepertinya ia tidak terlihat senang. Aku mendengar Uruha menghelakan nafas dengan pelan dan beranjak dari sampingku. Aku ingin menarik lengannya dan mengatakan agar jangan pergi, namun ternyata aku hanya terdiam dan memandang punggung Uruha yang perlahan menjauh dariku dan masuk ke dalam mobil itu. Dan yang membuat jantungku berhenti saat itu juga adalah saat pacar Uruha menarik kerah baju Uruha dan menyatukan kedua bibir mereka, tepat di hadapanku. Aku hanya terdiam melihat mereka, rasanya badanku seketika lemas. Aku tidak dapat melihat ekspresi muka Uruha karena ia membelakangiku, namun aku dapat melihat ekspresi pacarnya yang menatapku dengan tajam dan dengan penuh kebencian. Membuat jantungku berhenti saat itu juga. Tanpa ku sadari aku meremas kertas gambar itu di dalam kepalanku.
Dan lagi – lagi aku menatapmu pergi dengannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun denganku.
Dan tanpa ku sadari, air mata turun dari kedua mataku dan membasahi pipiku.
...
Aku menoleh dari layar laptopku ketika aku mendengar benturan keras dari kamar tidurmu. Kau baru saja membanting pintu kamarmu. Kau membanting telpon genggammu ke kasur dengan kasar. Rambutmu terlihat berantakan dan raut mukamu terlihat sangat kesal, membuatku bertanya ada apa denganmu? Kemana kepribadianmu yang tenang dan selalu tersenyum saat memasuki kamarku karena kau tahu kalau aku pasti sedang berada di kamarku. Aku pun segera mengambil kertas dan menuliskan sesuatu,
Apa kau tidak apa – apa? Ada apa denganmu?
Aku terus memegang kertas itu dan menunggumu sampai kau menoleh ke arahku. Saat kau menatapku, raut mukamu menjadi tenang kembali. Kau pun duduk di ujung kasur yang menghadap kasurku dan menghelakan nafasmu, lalu kau pun menatapku dan menunjukan muka ‘aku minta maaf karena membuatmu khawatir’ dan kau pun tertawa pelan. Namun kali ini aku tidak tertawa dan hanya menatapmu, aku tahu pasti di dalam hatimu kamu pasti sedang menangis. Dan air mata pun mengalir ke pipiku.
Kau terlihat terkejut saat melihatku menangis, karena ku akui aku tidak pernah menangis sejak aku kelas tujuh. Namun sejak kau mulai bersamanya, tanpa kau ketahui, aku selalu menangis tengah malam. Saat semuanya—termasuk kau—sudah tertidur lelap. Aku ingin memilikimu, aku ingin agar kau selalu bersamaku, aku ingin kau mencintaiku. Namun aku tahu aku tidak akan bisa memilikimu.
Kenapa kau menangis?
Aku memandang tulisannya cukup lama, lalu menatap wajahnya. Wajahnya tidak lagi terlihat kesal, namun sekarang ia terlihat khawatir kepadaku. Aku pun membalasnya.
Aku mewakilimu untuk menangis, karena aku tahu kau pasti tidak ingin menangis walaupun dalam hatimu kamu telah menangis dengan kencang, Uruha.
Dan kau pun terdiam menatapku saat membacanya. Aku pun hanya menundukkan kepalaku, aku tidak berani menatapmu. Air mataku tidak berhenti dan malah mengalir dengan bebas sekarang, rasanya rasa sakit ini telah meledak dan aku ingin mengeluarkan segalanya. Aku ingin kau mengerti bahwa selama ini bukan dialah yang paling mengerti dirimu, tetapi aku. Aku tahu segalanya tentangmu. Aku tahu minuman kesukaanmu, aku tahu apa barang yang paling kau sayangi, dan dia tidak pernah mengetahuinya seperti aku. Karena aku selalu ada untukmu.
Aku mendengar pintu kamarmu tertutup dan kau tidak ada di kamarmu. Membuat air mataku semakin mengalir semakin deras. Aku pun menarik kakiku agar menempel dengan perutku dan membenamkan kepalaku di baliknya. Aku menangis dengan keras, tangisanku terdengar ke seluruh kamar. Karena aku telah kalah, aku tetap tidak bisa menjaga perasaanku kepadamu sehingga persahabatan kita hancur. Namun aku mendengar pintu kamarku terbuka dan aku melihatmu sedang bersandar di samping pintu, berusaha mengatur nafasmu yang tidak beraturan. Kenapa? Kenapa kau menemuiku? Aku tidak ingin terlihat lemah di hadapanmu... kau selalu melindungiku dari semenjak kita kecil dulu.
Perlahan kau pun berjalan ke arahku yang sedang meringkuk di atas kasur dan duduk di sebelahku, aku pun membenamkan kembali wajahku ke di balik dengkulku. Namun, aku merasakan jari panjang dan lembutmu memegang daguku dan mengangkat kepalaku dengan perlahan agar kau dapat melihatku. Aku menatap mukamu yang terlihat sedih. Aku mohon, jangan sedih... karena aku tidak ingin melihatmu sedih.
“Aoi...“ kau memanggil namaku dengan suara lembutmu, tanganmu pun perlahan mengusap pipiku dan menghapus air mata di pipiku. “Ku mohon jangan menangis, aku tidak ingin melihatmu menangis...“ aku menatap matamu yang berair, seperti sedang menahannya agar tidak tumpah.
“Kumohon Uruha, kumohon agar kau tidak bersamanya... aku tidak ingin melihatmu bersamanya, aku tidak ingin melihatmu kesal saat masuk ke kamarmu, aku ingin agar kau masuk ke dalam kamarmu dalam keadaan gembira seperti dahulu... karena aku senang melihatmu tersenyum. Senyum yang hanya di tunjukkan kepadaku. Aku ingin menghajar dia karena telah membuatmu seperti itu...“ Aku akhirnya menunmpahkan segalanya yang selama ini selalu ku pendam tentangmu. Aku pun memegang tanganmu yang berada di pipiku dan mencengkramnya dengan kencang. “...kumohon, kembalilah menjadi Uruha seperti dulu. Uruha yang senang berteman dengan siapa saja dan tidak menjadi populer. Uruha yang selalu berada di sampingku kapan saja. Uruha yang selalu merengek kepada orang tuanya agar memiliki baju yang sama sepertiku...“ aku memegang tanganmu dengan tanganku yang gemetaran.
“Aoi...“ Sebelum kau sempat menyelesaikan kata – katamu, aku menaruh jari telunjukku di bibirmu dan membuatmu menjadi terdiam. Aku pun mengambil sebuah kertas yang selama ini selalu berada di bawah kasurku. Kertas yang sudah aku simpan selama lebih dari tiga tahun yang lalu dan aku tidak pernah menunjukkan padamu. Karena aku yakin kalau aku menunjukkannya kepadamu, pasti semuanya akan berubah. Kau pasti akan membenciku dan tidak akan pernah mau berteman denganku lagi. Tapi saat ini aku sudah tidak peduli tentang semua itu. Aku hanya ingin kau tahu bagaimana perasaanku selama ini mengenaimu...
I love you.
Aku menunjukkan kertas itu kepadamu. Kertas putih yang sudah terluhat lusuh dan kucel. Namun bertintakan tinta merah mengenai perasaanku kepadamu. Kau pun menarik nafasmu dengan dalam saat membaca tulisan itu. Tanganmu terlepas dari pipiku, membuatku ketakutan karena kau pasti akan pergi meninggalkanku. Namun kau tetap di hadapanku dan meronggoh saku celanamu. Aku menaikkan sebelah alisku saat melihatmu mengeluarkan secarik kertas yang sudah terlipat – lipat dan membukanya perlahan.
I love you
Aku tidak percaya dengan apa yang ku lihat. Ini semua tidak mungkin terjadi. Aku pun menatap wajahmu dengan tidak percaya, dan kau hanya tersenyum lembut. Senyum yang selalu kau berikan kepadaku. Lalu aku pun merasakan tanganmu yang meligkar di sampingku dan menarikku ke arahmu. Kepalaku pun menempel di pundakmu. Aroma parfummu yang mencerminkan dirimu tercium jelas di hidungku, membuatku menghisapnya dengan perlahan karena aku menyukai aromamu. Aku merasakan tanganmu melingkar di pinggangku dan mendekapku dengan kencang, menyatukan kita berdua. Dan dengan lembut kau mencium pipiku yang basah dengan bibir lembutmu.
“I love you...“ Kau terus menerus membisikkan kata – kata itu di telingku bagaikan mantra. Membuatku memejamkan mata dan semakin memegang kaosmu dengan kencang. Rasanya badanku memanas dan aku dapat menguap kapan saja. Namun kenapa kau mengatakan ini semua setelah semua ini terjadi? Setelah aku hampir menyerah untuk mendapatkanmu, setelah aku ingin merelakanmu dengannya? Setelah kau membuatku yakin bahwa kau tidak menyukaiku?
Aku pun menarik badanku dari dekapanmu, aku butuh penjelasan mengenai semua ini. Kau pun menatap wajahku dengan bingung dan aku pun menatapmu. Air mataku telah berhenti mengalir dan sekarang membuat lengket pipiku, namun aku tidak peduli. “Kenapa?“
Kau menatap wajahku dengan bingung, dan kau sekali lagi memegang pipiku dengan tanganmu dan mendekatkan wajahmu untuk mencium pipiku, namun aku menarik kepalaku dan membuat tanganmu terlepas dari pipiku. Kau pun menatapku dengan kesal, karena aku menolak sentuhanmu. Namun aku butuh memastikannya apakah kau benar – benar menyukaiku.
“Uruha... kenapa kau baru mengatakan ini setelah semuanya terjadi? Kenapa kau bersamanya kalau kau menyukaiku?“ tanyaku dengan suaraku yang parau karena menangis.
Kau terdiam mendengar pertanyaanku barusan, dan aku pun hanya menundukkan kepalaku. Terlalu takut untuk menatap wajahmu yang marah. Namun kau kembali menarikku ke dalam pelukanmu sehingga membuatku memendamkan kepalaku di antara leher dan pundakmu. Uruha pun menarik nafasnya dalam – dalam.
“Karena aku takut... aku takut apabila aku mengatakannya kepadamu, kau akan menolakku dan pergi meninggalkanku. Karena kau terlihat seperti yang lain, tidak menyukai sesama jenis. Karena itu aku takut kau jijik kepadaku karena aku berbeda. I love you...“ Uruha mendekapku semakin kencang, membuatku sedikit sesak nafas. Tapi aku hiraukan itu. “Karena itu aku mencoba untuk berpacaran dengannya agar aku dapat melupakan rasa sayangku kepadamu. Tapi aku tidak bisa... setiap aku menyebut namamu, dia selalu menjelek – jelekkanmu dan aku selalu marah setiap dia melakukan hal itu. Dan semua itu membuatku tersadar kalau aku memang benar – benar mencintaimu… maafkan aku, Aoi. Maafkan aku karena selama ini aku telah menyakitimu,” aku merasakan kaosku basah oleh air matamu, namun aku tidak peduli. Aku tahu kalau kau mengatakan yang sebenarnya. Karena seorang Uruha tidak pernah menangis sebelumnya.
Kau pun melepaskan pelukanmu sehingga mata kami dapat saling bertemu. Matamu tidak menunjukkan kesedihan lagi, melainkan menunjukkan kebahagiaan. Bibirmu pun tersenyum lebar kepadaku, dan hanya untukku. Kau pun memegang kedua pipiku dan mendekatkan wajahmu lagi. Namun kali ini aku tidak menghindar, karena aku tahu kalau aku pun menginginkannya. Ciuman pertama kami terasa begitu naïf. Kami hanya menyatukan kedua bibir kami tanpa melakukan apa – apa. Lalu kau pun melepaskannya dan menidurkanku di kasur dengan perlahan. Aku pun dengan gugup melingkarkan tanganku ke balik lehermu, pipiku memerah. Namun kau hanya tertawa pelan melihatku. Dan kau menciumku lagi, ciuman yang lebih hangat dan panas. Aku pun merasakan air mata di kedua pipimu menyatu dengan air mataku. Aku merasakan nafas hangatmu menyatu dengan nafasku. Aku merasakan nyawamu menyatu dengan nyawaku. Kau pun pasti merasakannya kan, Uruha?
If you could see that I’m the one who understands you
Been here all along, so why can’t you see?
You belong with me…
Standing by and waiting at your back door
All this time how could you not know?
Baby, you belong with me.
You belong with me…
END.
A/N FANFIC PERTAMA URUHA/AOI GUW!! XDD – ini fanfic pertama guw yang penuh dengan perasaan… guw juga ga tauk dah dapet darimana kata – kata najong keak gitu... XD — pertamanya guw mencoba untuk membuat fluff. Bikan angst! Tapi kenapa jadi campur aduk gini yah?? – tapi semoga semuanya menikmati<3>